WahanaNews.co | Segala pembicaraan damai antara Rusia dan Ukraina di masa depan akan dilakukan secara langsung, kata pejabat Kementerian Luar Negeri Rusia Alexey Polishchuk pada Jumat, dilansir dari ANTARA (13/1/2023).
Polishchuk menyebut rencana Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy untuk penyelenggaraan KTT perdamaian di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di New York, AS, pada Februari mendatang, sebagai langkah tidak serius dan populis.
Baca Juga:
Bantu Rusia, Terungkap Kim Jong Un Kirim Tentara ke Ukraina
pertemuan puncak perdamaian di PBB sebagai langkah "tidak serius" dan "populis".
“Sejauh ini, kami hanya berkomunikasi langsung dengan Ukraina, menggunakan platform yang disediakan dengan baik untuk kami (di Belarusia dan Turki), yang sangat kami hargai,” kata Polishchuk kepada kantor berita TASS.
Antara Februari dan April tahun lalu, Rusia mengadakan tiga putaran pembicaraan damai dengan Ukraina di Belarus dan satu putaran di Turki.
Baca Juga:
3 Negara Ini Melarang Warganya Tersenyum kepada Orang Lain, Kok Bisa?
Negosiasi kemudian dipindahkan ke konferensi video, sebelum kemudian dihentikan oleh Ukraina, kata Polishchuk.
Jika pembicaraan dilanjutkan, kata dia, Ukraina harus mempertimbangkan realitas baru di lapangan.
“Sejak Kiev mengganggu proses negosiasi, situasinya telah berubah, dengan wilayah baru bergabung dengan Rusia,” kata dia.
Prospek penyelesaian diplomatik yang berhasil dengan Ukraina sulit untuk dinilai karena Moskow melihat bahwa Kiev tetap menjadi “alat Barat, terutama AS", kata Polishchuk.
“Faktanya, Rusia tidak menentang Ukraina, melainkan menentang konglomerat industri militer NATO-Ukraina, di mana Ukraina adalah alat yang digunakan untuk melawan Rusia, sementara NATO dan anggotanya bekerja di belakang dengan memasok senjata dan intelijen,” ujar dia.
Meskipun ada sekitar 20 proposal untuk mediasi antara Rusia dan Ukraina, tidak semuanya dapat dipercaya, tutur dia.
Itu karena keterlibatan negara-negara yang memasok senjata ke Ukraina dan menjatuhkan sanksi kepada Rusia, yang menjadikan mereka “pihak dalam konflik", kata dia.
Polishchuk mengatakan Polandia berfungsi sebagai pusat transit senjata yang mengalir dari Barat, dan menuduhnya mencari cara untuk merebut kembali wilayah yang hilang dalam Perang Dunia II. [rgo]