WahanaNews.co | Presiden Palestina, Mahmoud Abbas, memberikan ultimatum kepada Israel untuk menarik diri dari wilayah pendudukan dalam waktu setahun.
Jika Israel tidak memenuhi ultimatum itu, Abbas menegaskan dirinya tidak akan lagi mengakui negara Yahudi itu berdasarkan perbatasan pra-1967.
Baca Juga:
Jokowi Rangkul Presiden Palestina dan Prihatin atas Peristiwa yang Sedang Terjadi
Seperti dilansir AFP, Sabtu (25/9/2021), seruan keras Abbas itu disampaikan saat berpidato secara virtual dalam Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) pada Jumat (24/9/2021) waktu setempat.
Dalam pidatonya, Abbas awalnya menyerukan Sekretaris Jenderal (Sekjen) PBB, Antonio Guterres, untuk “menggelar konferensi perdamaian dunia”.
Namun dia juga memberikan ultimatum untuk Israel.
Baca Juga:
Turki Pulihkan Hubungan dengan Israel, Ini Dalil Erdogan ke Presiden Palestina
"Kita harus menyatakan bahwa Israel, kekuatan pendudukan, memiliki satu tahun untuk menarik diri dari wilayah Palestina yang diduduki pada tahun 1967, termasuk Yerusalem Timur," tegas Abbas dalam ultimatumnya.
Abbas menambahkan bahwa Palestina siap “bekerja sepanjang tahun” untuk menyelesaikan status akhir negara Israel dan Palestina “sesuai dengan resolusi PBB”.
"Jika ini tidak tercapai, mengapa mempertahankan pengakuan Israel berdasarkan perbatasan tahun 1967?" ucapnya.
Dalam pidato yang disampaikan secara virtual ini, Abbas berbicara dengan latar belakang gambar Masjid Al-Aqsa di Yerusalem, yang sering menjadi lokasi bentrokan warga Palestina dan Israel, dan serangkaian peta wilayah yang menunjukkan ekspansi Israel selama beberapa dekade perang dan konflik.
Lebih lanjut, Abbas menyatakan bahwa Palestina juga akan membawanya ke Mahkamah Internasional “mengenai masalah legalitas pendudukan tanah negara Palestina”.
Proses perdamaian untuk mencapai solusi dua negara antara Palestina dan Israel mengalami kebuntuan selama bertahun-tahun.
Dalam pidato bernada keras yang tidak biasa ini, Abbas juga menuduh Israel melakukan praktik “apartheid” dan “pembersihan etnis” --istilah yang jarang digunakan oleh pemimpin berusia 85 tahun tersebut.
"Jika otoritas pendudukan Israel terus terbenam dalam realita satu negara apartheid seperti yang terjadi saat ini, rakyat Palestina dan seluruh dunia tidak akan mentoleransi situasi semacam itu," tegas Abbas, seperti dilansir Associated Press.
"Situasi di lapangan pasti akan memaksakan hak-hak politik yang setara dan penuh untuk semua orang di tanah bersejarah Palestina, dalam satu negara," imbuhnya.
Solusi satu negara, yang populer di kalangan sejumlah aktivis Israel dan Palestina, akan berarti berakhirnya Israel sebagai negara mayoritas Yahudi.
Tidak ada partai besar di Israel maupun Palestina yang mendukung hasil tersebut. [dhn]