WahanaNews.co | Para perempuan di Afghanistan berlomba mengunggah foto mereka mengenakan pakaian daerah tanpa hijab, sebagai aksi protes akan kebijakan pemerintah era Taliban yang mengekang kaum hawa dengan mewajibkan niqab di institusi pendidikan.
Seorang mantan murid di salah satu fakultas di American University of Afghanistan, Bahar Jalali, menjadi pelopor kampanye ini.
Baca Juga:
Bio Farma Hibahkan 10 Juta Dosis Vaksin Polio untuk Afghanistan
Jalali menggencarkan kampanye ini di media sosial setelah sempat beredar foto perempuan Afghanistan berkumpul dengan hijab dan cadar, juga pakaian hitam dari atas sampai kaki.
Para perempuan ini juga membawa bendera Taliban dan mengibarkannya di sebuah ruang pertemuan di salah satu universitas negeri yang dikelola pemerintah Afghanistan. Tidak terima, Jalali mengomentari foto tersebut.
"Tidak ada perempuan yang pernah berpakaian seperti ini dalam sejarah Afghanistan. Ini benar-benar asing dan asing bagi budaya Afghanistan," tulis Jalali di Twitter.
Baca Juga:
Afghanistan Kembali Gempa Bumi Berkekuatan 6,3 Magnitudo
Ia kemudian menulis, "Saya mengunggah foto saya menggunakan pakaian tradisional Afghanistan untuk menginformasikan, mendidik, dan menghilangkan informasi yang salah yang disebarkan oleh Taliban."
Jalali lantas mengunggah foto dirinya berpose menggunakan gaun tradisional Afghanistan berwarna hijau dengan corak bunga di atasnya.
"Ini budaya Afghanistan. Saya memakai gaun tradisional Afghanistan," tulisnya di kolom keterangan.
Setelah itu, banyak perempuan turut mengikuti jejak Jalali dan menyebarkan foto mereka dengan pakaian tradisional di media sosial, salah satunya politikus Inggris yang berasal dari Afghanistan, Peymana Assad.
"Pakaian budaya kami bukanlah pakaian dementor yang dikenakan wanita Taliban," tulisnya.
Sana Safi, seorang jurnalis BBC yang berbasis di London, ikut pula mengunggah foto dirinya menggunakan pakaian tradisional berwarna-warni.
"Jika saya berada di Afghanistan maka saya akan mengenakan hijab di kepala saya. Ini adalah yang paling 'konservatif' dan 'tradisional' yang bisa saya/Anda bisa dapatkan."
Sodaba Haidare, jurnalis BBC lainnya, juga turut mempublikasikan foto dirinya dengan gaun warna-warni.
"Ini adalah pakaian tradisional kami. Kami menyukai banyak warna. Bahkan nasi kami berwarna-warni dan begitu pula bendera kami," katanya.
Aksi ini juga didukung Waslat Hasrat-Nazimi, kepala bagian Afghanistan, di DW News. Ia menyebarkan foto dirinya menggunakan pakaian tradisional Afghanistan dan hiasan kepala.
"Ini adalah budaya Afghanistan dan ini adalah cara berpakaian wanita Afghanistan," tulisnya.
Shekiba Teimori, seorang penyanyi dan aktivis Afghanistan yang melarikan diri dari Kabul bulan lalu, mengatakan kepada CNN bahwa keputusan penggunaan hijab di Afghanistan tergantung pada keluarga, bukan pemerintah.
Ia menyampaikan bahwa nenek moyangnya juga mengenakan gaun Afghanistan yang berwarna-warni, bahkan sebelum Taliban datang.
Taliban sendiri baru memerintah di Afghanistan pada 1996-2001 lalu. Saat pertama kali berkuasa, Taliban menerapkan aturan berdasarkan syariat Islam yang ultrakonservatif. Para perempuan harus memakai niqab.
Setelah kembali merebut kekuasaan di Afghanistan pada pertengahan Agustus lalu, Taliban kembali menerapkan aturan berpakaian yang mengekang perempuan, salah satunya wajib memakai niqab di universitas. [rin]