WAHANANEWS.CO - Sebuah rumah sakit bersalin di India tengah menjadi sorotan setelah rekaman CCTV di ruang pemeriksaannya diretas dan diperjualbelikan melalui Telegram, sebagaimana diungkap laporan polisi Gujarat pada Senin (17/11/2025).
Sejak awal tahun ini, polisi Gujarat menerima laporan beredarnya video ruang bersalin di YouTube yang memperlihatkan perempuan hamil menjalani pemeriksaan hingga tindakan penyuntikan.
Baca Juga:
106 WNI Terjerat Operasi Besar di Phnom Penh, Diduga Jadi Bagian Sindikat Online Scam
Video tersebut menyertakan tautan menuju saluran Telegram yang menawarkan potongan video lebih panjang untuk dibeli.
Direktur rumah sakit mengatakan kepada BBC bahwa kamera dipasang demi keselamatan dokter, sementara lokasi rumah sakit dirahasiakan untuk melindungi identitas para perempuan dalam rekaman yang tidak ada satupun melapor ke polisi.
Polisi menyebut peretasan CCTV terjadi secara masif dan memperkirakan sekitar 50.000 kamera di seluruh India dicuri aksesnya dan dijual di internet.
Baca Juga:
Sindikat Penipu Saham Bertopeng “Profesor” Ditangkap, Rp3 Miliar Melayang
CCTV semakin umum di wilayah perkotaan India dan terpasang di berbagai lokasi seperti mal, sekolah, rumah sakit, kantor, dan bahkan di dalam rumah pribadi.
Para ahli memperingatkan bahwa sistem CCTV yang dipasang dan dikelola tanpa standar keamanan yang memadai dapat mengancam privasi karena banyak kamera ditangani oleh staf tanpa pelatihan keamanan siber dan beberapa model dalam negeri mudah dieksploitasi.
Pada 2018, seorang pekerja teknologi di Bengaluru mengaku kamera webnya diretas dan peretas meminta uang agar video pribadinya tidak disebarkan, sedangkan pada 2023 seorang YouTuber mendapati CCTV rumahnya diretas setelah rekamannya viral.
Tahun lalu pemerintah federal meminta negara bagian tidak membeli CCTV dari pemasok yang memiliki riwayat pelanggaran keamanan dan memperkenalkan aturan baru untuk memperkuat keamanan siber perangkat tersebut, meski insiden peretasan masih bermunculan.
Polisi Gujarat mengatakan mereka telah menemukan jaringan individu yang tersebar di berbagai negara bagian dan meretas CCTV rumah sakit hingga kamar tidur pribadi.
“[Mereka] meretas sistem pengawasan video - atau sistem CCTV - rumah sakit, sekolah, perguruan tinggi, kantor perusahaan, dan bahkan kamar tidur individu di beberapa negara bagian,” kata Kepala Departemen Kejahatan Siber Ahmedabad Lavina Sinha kepada wartawan.
Pejabat keamanan siber Gujarat Hardik Makadiya mengatakan video dijual dengan harga 800–2.000 rupee atau sekitar Rp150.000–377.000 dengan saluran Telegram yang turut menawarkan akses CCTV langsung secara berlangganan.
Polisi telah menjerat para tersangka dengan pasal terkait pelanggaran privasi pasien perempuan, penerbitan materi cabul, voyeurisme, serta terorisme siber yang seluruhnya merupakan pelanggaran tanpa jaminan, dan pihak Telegram serta YouTube sudah menghapus video-video tersebut.
Sejak Februari, polisi menahan delapan orang dari Maharashtra, Uttar Pradesh, Gujarat, Delhi, dan Uttarakhand yang tetap berada dalam tahanan hingga proses pengadilan berlangsung.
Pengacara tiga terdakwa, Yash Koshti, membantah seluruh tuduhan dan mengatakan kliennya bukan peretas melainkan pihak lain yang bertanggung jawab atas tindakan tersebut.
Penyelidik kejahatan siber Ritesh Bhatia mengingatkan bahwa CCTV dan jaringan rumah tanpa perlindungan memadai sangat rentan diretas dan harus diamankan dengan benar.
Ia menambahkan bahwa salah satu langkah dasar untuk mengamankan sistem pengawasan adalah mengganti alamat IP dan kata sandi default.
[Redaktur: Rinrin Khaltarina]