WAHANANEWS.CO, Jakarta - Rusia kembali mengguncang dunia dengan peluncuran gelombang serangan udara terbesar sejak invasinya ke Ukraina dimulai.
Dalam satu malam yang mencekam, langit Ukraina dihujani oleh ratusan drone, mencetak rekor serangan tak berawak yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Baca Juga:
China Diperkirakan Miliki Sekitar 600 Hulu Ledak Nuklir
Ketegangan meningkat, dan pertanyaan besar pun muncul: apakah ini pertanda eskalasi besar menuju ambisi Rusia menduduki separuh Ukraina?
Angkatan udara Ukraina melaporkan bahwa pada Senin (9/6/2025), Rusia mengerahkan sebanyak 479 pesawat tak berawak dalam satu malam.
“Serangan udara musuh tercatat di 10 lokasi,” ujar pihak militer Ukraina.
Baca Juga:
Embargo AS Justru Jadi Berkah, Iran Ciptakan Jet Tempur Saeqeh dari F-5 Lawas
Tidak ada laporan langsung tentang kematian atau korban massal, namun kerusakan terlihat di berbagai kota.
Walikota Rivne, sebuah kota di Ukraina barat, menyebut insiden itu sebagai “serangan terbesar” di wilayahnya sejak pecahnya perang.
Serangan udara besar-besaran ini menambah daftar panjang eskalasi yang dilancarkan Kremlin dalam beberapa minggu terakhir.
Ukraina menuduh Moskow tidak menunjukkan keinginan nyata untuk mengakhiri perang atau berdialog secara serius dalam proses perdamaian.
Meskipun sistem pertahanan udara Ukraina kian tertekan, mereka mengklaim berhasil menembak jatuh atau mencegat 460 drone dan 19 dari 20 rudal yang ikut diluncurkan.
Di sisi lain, Ukraina juga tidak tinggal diam. Mereka mengaku melancarkan serangan balik ke sebuah pabrik elektronik di wilayah Rusia yang diduga menjadi pusat produksi komponen drone.
Pejabat Rusia mengatakan bahwa pabrik itu kini menghentikan operasi sementara pascaserangan tersebut.
Peristiwa ini menambah kekhawatiran baru atas masa depan konflik. Analis memperingatkan bahwa ambisi Rusia tidak lagi terbatas pada wilayah Donbas.
Sebaliknya, Presiden Vladimir Putin diduga berniat mencaplok wilayah Ukraina hingga ke timur Sungai Dnipro dan memutus akses negara itu ke Laut Hitam.
“Sayangnya, mereka tidak berbicara tentang perdamaian. Mereka sedang mempersiapkan perang,” kata Kolonel Pavlo Palisa dari Kantor Kepresidenan Ukraina.
Sebuah peta rahasia yang diperoleh intelijen Barat menunjukkan bahwa Rusia berencana menguasai sekitar 336.300 km persegi wilayah Ukraina pada akhir 2026, termasuk sembilan ibu kota oblast penting.
Namun, para pakar dari Institute for the Study of War (ISW) menilai bahwa target tersebut hampir mustahil dicapai jika aliran bantuan Barat tetap mengalir ke Kyiv.
Putin tampaknya menggantungkan harapan kemenangan bukan hanya pada kekuatan militernya, tetapi pada runtuhnya solidaritas internasional terhadap Ukraina.
Pertanyaannya kini bukan hanya “berapa lama lagi perang ini akan berlangsung”, tetapi juga “seberapa jauh Rusia bersedia mendorong garis merahnya”.
[Redaktur: Rinrin Khaltarina]