WahanaNews.co, Pyongyang - BBC Korea merilis rekaman video langka yang memperlihatkan Korea Utara (Korut) menjatuhkan hukuman 12 tahun kerja paksa pada 2 remaja laki-laki lantaran kedapatan menonton drama Korea atau drakor.
Dalam rekaman video yang diperkirakan dibuat pada tahun 2022, terlihat dua remaja laki-laki berusia 16 tahun yang diikat dengan borgol di depan sejumlah siswa di sebuah stadion luar ruangan.
Baca Juga:
Militer Korea Selatan Siarkan K-Pop dan Berita untuk Serangan Psikologis
Video tersebut juga memperlihatkan petugas berpakaian seragam yang menegur kedua remaja tersebut atas kesalahan yang mereka lakukan.
Diketahui bahwa di Korea Utara, hiburan seperti TV (K-Drama dan K-Pop) dilarang.
Meskipun demikian, beberapa individu bersedia mengambil risiko hukuman berat untuk dapat mengakses K-Drama yang memiliki jumlah penonton global yang signifikan.
Baca Juga:
Waspadai Pencurian Tinja, Pemimpin Korut Bawa Toilet Kemanapun Pergi
Sebagaimana dilaporkan oleh BBC.com pada Kamis (18/1/2024), kejadian seperti yang terlihat dalam rekaman video tersebut jarang terjadi.
Hal ini dikarenakan Korea Utara memiliki larangan ketat terhadap penyebaran foto, video, dan informasi terkait kehidupan di negara tersebut agar tidak bocor ke dunia luar.
Video ini diberikan kepada BBC oleh South and North Development (Sand), sebuah lembaga penelitian yang bekerja dengan pembelot dari Utara.
Hal ini menunjukkan pihak berwenang akan bertindak lebih keras terhadap insiden semacam itu.
Video tersebut dilaporkan telah didistribusikan di Korea Utara untuk pendidikan ideologi dan untuk memperingatkan warga agar tidak menonton tayangan yang bagi mereka sebagai kemunduran.
Dari video tersebut menampilkan narator yang mengulangi propaganda negara. "Budaya rezim boneka busuk telah menyebar bahkan hingga ke kalangan remaja," kata suara tersebut, yang merujuk pada Korea Selatan.
"Mereka baru berusia 16 tahun, tapi mereka menghancurkan masa depan mereka sendiri," tambahnya.
Anak-anak tersebut juga disebutkan namanya oleh petugas termasuk alamat mereka tinggal.
Di masa lampau, anak di bawah umur yang melakukan pelanggaran hukum seperti ini akan dihukum dengan dikirim ke kamp kerja paksa remaja, dibandingkan dengan dipenjarakan, dan durasi hukumannya kurang dari lima tahun.
Namun, pada tahun 2020, pemerintah Pyongyang menerapkan undang-undang yang menetapkan hukuman mati bagi mereka yang menonton atau menyebarkan hiburan asal Korea Selatan.
Seorang pembelot yang sebelumnya berasal dari Korea Utara telah mengungkapkan kepada BBC bahwa dia pernah menyaksikan eksekusi mati seorang pria berusia 22 tahun. Pria tersebut dituduh terlibat dalam kegiatan mendengarkan musik dan berbagi film dari Korea Selatan dengan seorang teman.
CEO Sand, Choi Kyong-hui, menyatakan bahwa pemerintah Pyongyang melihat penyebaran K-Drama dan K-Pop sebagai ancaman terhadap ideologi mereka.
"Kekaguman terhadap masyarakat Korea Selatan dapat segera menyebabkan melemahnya sistem. Ini bertentangan dengan ideologi monolitik yang membuat masyarakat Korea Utara menghormati keluarga Kim," katanya.
Warga Korea Utara mulai mengalami hiburan dari Korea Selatan pada tahun 2000-an, ketika Seoul menerapkan kebijakan bantuan ekonomi dan kemanusiaan tanpa syarat kepada Korea Utara.
Namun, kebijakan tersebut diakhiri oleh pemerintah Seoul pada tahun 2010. Alasan di balik penghentian kebijakan tersebut adalah karena dianggap bahwa bantuan tersebut tidak mencapai masyarakat umum Korea Utara sebagaimana yang diharapkan, dan tidak menghasilkan perubahan positif dalam perilaku pemerintah Pyongyang.
Namun, hiburan dari Korea Selatan terus merambah ke Korea Utara melalui jalur negara China.
Seorang pembelot asal Korea Utara memberikan keterangan kepada BBC Korea pada Kamis (18/1/2024), mengatakan, "Jika Anda tertangkap menonton drama Amerika, Anda mungkin bisa melewati masalah dengan memberikan suap, tetapi jika Anda tertangkap menonton drama Korea, Anda bisa ditembak."
Pembelot tersebut, yang memilih untuk tidak disebutkan namanya, menjelaskan, "Bagi warga Korea Utara, drama Korea adalah semacam 'obat' yang membantu mereka melupakan kenyataan sulit yang mereka hadapi."
Seorang pembelot lainnya, yang berusia 20-an tahun, juga menyatakan bahwa di Korea Utara, mereka diajarkan bahwa kehidupan di Korea Selatan jauh lebih buruk dibandingkan dengan Korea Utara.
"Tapi saat Anda menonton drama Korea Selatan, dunia yang ditampilkan begitu berbeda. Sepertinya pihak berwenang Korea Utara sangat mewaspadai hal tersebut," ungkapnya.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]