WahanaNews.co | Pemerintah Bolivia dan perusahaan milik negara Rusia, Rosatom, telah
bekerjasama dalam pembangunan sebuah fasilitas penelitian nuklir di negara
Amerika Selatan tersebut.
Fasilitas tersebut bahkan nantinya
memiliki keunikan dibandingkan beberapa reaktor nuklir lain yang sudah ada di
dunia.
Baca Juga:
Bantu Rusia, Terungkap Kim Jong Un Kirim Tentara ke Ukraina
Sebelumnya pembangunan reaktor nuklir
di Bolivia yang bekerja sama dengan Rosatom
tengah terhenti pada 2019.
Namun antara Rosatom dan Bolivia memutuskan untuk kembali melanjutkan proyek
yang sempat terhenti itu.
Pada Senin (26/7/2021), perusahaan atom milik negara Rusia, Rosatom, memutuskan untuk melanjutkan
konstruksi reaktor nuklir yang digunakan dalam Pusat Penelitian dan
Pengembangan Teknologi Nuklir (CIDTN) di Bolivia.
Baca Juga:
3 Negara Ini Melarang Warganya Tersenyum kepada Orang Lain, Kok Bisa?
Sebelumnya proyek kerjasama antara
Rusia dan Bolivia tersebut sempat terhenti pada tahun 2019.
Menurut laman RIA Novosti dalam Mercopress
menyebutkan bahwa fasilitas tersebut tidak terhubung dengan nuklir lain di
dunia dan akan dibangun di El Alto yang memiliki ketinggian 4.000 meter dari
permukaan laut.
Bahkan fasilitas ini disebut pusat
penelitian nuklir tertinggi di dunia.
Menurut Deputi Direktor Jenderal
Pembangunan Korporasi dan Bisnis Internasional Rosatom, Kiril Komarov, "Reaktor
akan beroperasi mulai tahun 2024 dan termasuk keajaiban teknologi yang
memasukkan Bolivia sebagai salah satu negara inovatif, di mana tidak banyak
negara yang menggeluti bidang ini."
Dilaporkan dari TASS, proyek yang pembangunan fasilitas nuklir di Bolivia ini
disebut berbeda dibandingkan sektor nuklir di dunia.
Nantinya terdapat penelitian nuklir
yang berdasarkan dari reaktor air dingin dengan kapasitas mencapai 200 kW dan
pusat radiasi multiguna termasuk peralatan sinar gamma.
Fasilitas tersebut nantinya berguna
meningkatkan penggunaan teknologi radiasi dalam bidang pertanian, kesehatan,
industri, lingkungan dan berbagai sektor vital lainnya.
Kirill Komarov juga menyebut bahwa
pada tahun ini Kompleks Cycolotron Radiofarmasi Preklinik dan Pusat Iradiasi
Multiguna yang akan beroperasi di tahun ini.
Komarov juga menyebut bahwa pembukaan
fasilitas tersebut akan membantu meningkatkan diagnostik dan perawatan kanker
di Bolivia.
Selain itu, fasilitas ini dapat pula
digunakan untuk mensterilisasi perlengkapan medis selama pandemik.
Kerjasama antara Rusia dan Bolivia
sudah terjalin sejak 6 Maret 2016, di mana keduanya menyetujui kooperasi antar
pemerintah dalam bidang luar angkasa dan pembangunan pusat penelitian nuklir di
El Alto.
Pada pendirian CIDTN ini, Pemerintah
Bolivia harus menggelontorkan dana sebesar 300 juta dolar AS atau Rp 4,3
triliun.
Nantinya CIDTN akan menerapkan
penggunaan teknologi tinggi dan secara signifikan meningkatkan standar hidup
penduduk Bolivia.
Maka nantinya juga akan berdampak pada
pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tinggi di negara Pegunungan Andes
tersebut.
Bahkan proyek ini merupakan salah satu
proyek terbesar Rusia di Amerika Latin saat ini dan diperkirakan dapat
meningkatkan peluang baru dalam ekspor inovasi dari industri nuklir Rusia ke
negara-negara di Amerika Latin, dilaporkan dari Prensa Latina. [dhn]