WahanaNews.co | Rusia dilaporkan mengirimkan tentara bayaran guna melancarkan invasinya ke Ukraina yang berlangsung sejak 24 Februari lalu.
Intelijen Amerika Serikat memprediksi Rusia menempatkan 1.000 lebih tentara bayaran ke Ukraina dalam beberapa hari hingga beberapa minggu ke depan.
Baca Juga:
Bom Truk Koyak Jembatan Krimea, Tiga Orang Tewas
Wacana ini muncul setelah seorang pejabat AS lain mengatakan Washington telah mendapatkan sejumlah indikasi terkait keterlibatan tentara bayaran Rusia dalam invasi di Ukraina.
"Kami melihat beberapa indikasi mereka (tentara bayaran) telah ditempatkan," tutur sumber itu kepada media.
Penempatan ini dilakukan kala pasukan Rusia sedang kesulitan menghadapi perlawanan pasukan Ukraina.
Baca Juga:
Soal Dialog Damai, Zelensky Minta Rusia Ganti Presiden Dulu
Pasalnya, konvoi besar militer Rusia di utara Kyiv masih terhenti sejak beberapa hari lalu.
Tentara bayaran ini bakal membantu unit militer Rusia yang mengalami kesulitan.
Ia juga menuturkan sebanyak 200 tentara bayaran Rusia yang sudah berada di Ukraina tak dapat mengerjakan misi dan operasi dengan mulus untuk menggempur pasukan Ukraina.
Menurutnya, perlawanan pasukan Ukraina di luar ekspektasi mereka.
Selain itu, sumber tersebut juga mengklaim sekitar 200 tentara bayaran Rusia tewas dalam perang Ukraina sampai per akhir Februari lalu.
Sementara itu, sejumlah pejabat AS dan Barat memprediksi Rusia bakal meningkatkan waktu dan serangan mereka di beberapa kota penting Ukraina, termasuk Kyiv.
Ini merupakan bagian dari perubahan strategi militer Rusia yang kini berfokus pada kota padat penduduk.
Seorang pejabat Barat menilai Rusia kini bersiap "mengebom kota agar mau menyerah,' Jumat (4/3). Tindakan ini diprediksi dapat meningkatkan korban jiwa.
"Ini pendekatan yang sangat kasar. Semakin berat senjata, tak hanya sekadar membawa beban senjata, mereka juga lebih berat di bidang kerugian yang dapat ditimbulkan. Dan mereka jauh lebih tidak diskriminatif," kata pejabat tersebut.
"Hari-hari ke depan akan menjadi lebih buruk, dengan lebih banyak kematian, lebih banyak penderitaan, mengingat militer Rusia menggunakan lebih banyak senjata berat dan terus menyerang negara itu," kata Sekretaris Jenderal NATO, Jens Stoltenberg, Jumat (4/3). [bay]