WahanaNews.co | Penyair Myannmar penentang junta militer, Khet Thi, meninggal di tahanan dan sebagian organ tubuhnya hilang saat
dikembalikan ke keluarga, Minggu (9/5/2021).
Karya-karya Khet Thi kerap menyatakan
perlawanan terhadap junta militer.
Baca Juga:
Bertahan di Rakhine, Etnis Rohingya Seolah Hidup Tanpa Harapan
Istri Khet Thi, Chaw Su, mengatakan, ia dan suaminya dibawa militer Myanmar untuk
diinterogasi pada Sabtu (8/3/2021) sore, di pusat
kota Shwebo, Sagaing.
"Saya diinterogasi, begitu pula
dia. Mereka bilang, dia ada di pusat interogasi. Tapi, dia tidak kembali, hanya tubuhnya," kata Chaw Su, sembari menangis, kepada BBC, yang dilansir Reuters.
Menurut penuturan Chaw Su, militer
Myanmar menelepon dirinya di pagi hari dan meminta untuk menemui sang suami di
rumah sakit, di Monywa.
Baca Juga:
Aung San Suu Kyi Divonis 6 Tahun Penjara
"Saya pikir, itu hanya untuk lengan yang patah atau semacamnya. Tapi, ketika saya tiba di sini, dia berada di kamar mayat dan organ
dalamnya diambil," ucap dia.
Chaw diberitahu pihak rumah sakit
bahwa suaminya memiliki penyakit jantung.
Namun, ia tak mau repot-repot membaca
sertifikat kematian, lantaran yakin isinya tak sesuai
dengan kondisi sesungguhnya.
Sejauh ini, pihak rumah sakit tak
memberi tanggapan apapun saat Reuters
menghubunginya.
Tentara, kata Chaw Su, berencana
menguburkan jenazah Khet Thi.
Namun, dia
meminta kepada pihak berwenang untuk mengambil jenazah suaminya.
"Dia meninggal di rumah sakit
setelah disiksa di pusat interogasi," kata kelompok aktivis Asosiasi
Bantuan untuk Tahanan Politik (AAPP).
Khet Thi merupakan penyair ketiga yang
tewas selama protes sejak kudeta 1 Februari.
Penyair lain, K Za Win, tertembak saat
protes berlangsung di Monywa, awal Maret
lalu.
Khet Thi mulanya seorang insinyur,
sebelum akhirnya memilih berhenti dari pekerjaannya pada tahun 2012.
Keputusan itu diambil, sebab ia ingin
memfokuskan diri pada puisi-puisinya.
Untuk memenuhi kebutuhan keluarga, ia
menjual es krim dan kue-kue.
"Saya tidak ingin menjadi pahlawan, saya tidak ingin menjadi martir,
saya tidak ingin menjadi orang lemah, saya tidak ingin menjadi orang bodoh,"
tulis Khet Thi, dua minggu usai kudeta.
"Saya tidak ingin mendukung ketidakadilan. Jika saya hanya punya waktu
satu menit untuk hidup, saya ingin hati nurani saya bersih untuk saat itu," sambungnya.
Baru-baru ini, dia menulis bahwa dia
adalah seorang pemain gitar, pembuat kue, dan
penyair, bukan seseorang yang bisa menembakkan senjata.
"Orang-orang saya ditembak dan saya hanya bisa melempar puisi,"
tulisnya.
Kekerasan yang terus terjadi membuat
sikap Ket Thi menyiratkan perubahan.
"Tapi jika kamu yakin suaramu tidak cukup, maka kamu harus memilih
senjata dengan hati-hati. Aku akan menembak," ujarnya.
Tokoh budaya dan selebritis selama ini
aktif mendukung pentang kudeta.
Mereka bahkan turun ke jalan untuk
protes setiap hari di berbagai sudut Myanmar, meskipun pembunuhan terus terjadi
dan penangkapan tak kunjung henti.
Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik
mencatat, sebanyak 780 orang terbunuh sejak kudeta berlangsung.
Sementara itu, warga
yang ditahan lantaran menolak kudeta mencapai 3.826 orang. [qnt]