WahanaNews.co, Tel Aviv - Perdana Menteri Benjamin Netanyahu semakin menghadapi tekanan berat dengan beberapa sekutu Israel yang mulai mengubah sikapnya, mengkritik bahkan mengecam agresi Israel di Jalur Gaza Palestina sejak 7 Oktober lalu.
Amerika Serikat, sebagai sekutu terdekat Israel, menyuarakan kritik yang sangat keras terhadap agresi militer Israel di Jalur Gaza, yang telah berlangsung sejak 7 Oktober dalam konflik dengan Hamas.
Baca Juga:
Israel Siap-siap Hapus Gaza dari Peta: Tak Akan Ada Lagi Hamas dalam Enam Bulan!
Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Antony Blinken, saat berkunjung ke India pada Jumat (10/11), menyerukan agar Israel menjaga perlindungan terhadap warga sipil di Gaza, sambil mencatat bahwa terlalu banyak warga Palestina yang telah tewas atau menderita selama konflik tersebut.
Meskipun memberikan kritik terhadap dampak terhadap warga sipil Palestina, Antony Blinken juga menegaskan kembali dukungan AS terhadap tindakan militer Israel untuk memastikan bahwa Gaza tidak dapat digunakan sebagai basis untuk melancarkan tindakan terorisme.
Selain Amerika Serikat, Prancis juga mulai mengkritik agresi militer Israel di Gaza, yang telah menyebabkan lebih dari 11 ribu kematian dalam sebulan terakhir.
Baca Juga:
Iron Dome Jebol! Rudal Houthi Hantam Jantung Udara Israel di Ben Gurion
Presiden Prancis Emmanuel Macron menyatakan bahwa Israel harus menghentikan serangan udara di Gaza dan menghentikan pembunuhan warga sipil.
Komentar Macron menjadi kritik paling tajam yang dikeluarkan oleh negara sekutu Israel, sementara Prancis tetap mengecam tindakan terorisme yang dilakukan oleh Hamas terhadap Israel.
"Namun, meski mengakui hak Israel untuk melindungi diri, kami mendesak mereka (Israel) untuk menghentikan pengeboman di Gaza ini," papar Macron.
Spanyol juga mulai mengeluarkan pernyataan yang tegas menentang agresi Israel di Jalur Gaza Palestina.
Menteri Sosial Spanyol, Ione Belarra, memanggil komunitas internasional untuk memberlakukan sanksi terhadap Israel, yang menurutnya tengah merencanakan "genosida" di Gaza.
Belarra menyampaikan, "Negara Israel harus menghentikan rencana genosida ini terhadap warga Palestina."
Pernyataan ini dikeluarkan pada hari Rabu pekan ini, seperti yang dilaporkan oleh Al Jazeera.
Dia menambahkan, "Mengapa kita dapat memberikan pelajaran tentang hak asasi manusia dalam konflik lain, tetapi tidak dalam kasus ini ketika dunia menyaksikan kekejaman ini? Ribuan anak-anak meninggal, dan para ibu berteriak putus asa menyaksikan pembunuhan anak-anak mereka."
Belarra bahkan menyindir negara-negara besar yang seakan tutup mata atas kebrutalan yang terjadi di Jalur Gaza.
"Ada keheningan yang memekakkan telinga di banyak negara dan begitu banyak pemimpin politik yang bisa melakukan sesuatu. Saya berbicara tentang apa yang saya ketahui dengan baik, yaitu Uni Eropa. Tampaknya kemunafikan yang ditunjukkan oleh Komisi Eropa tidak dapat diterima," kata Belarra.
Hingga Jumat (10/11/2023), jumlah korban tewas akibat serangan Israel ke Jalur Gaza Palestina bertambah menjadi 11.078 orang
Kementerian Kesehatan Palestina melaporkan bahwa jumlah korban tewas mencapai 4.506 anak-anak, sementara 27.490 warga dilaporkan mengalami luka-luka.
Sebaliknya, daripada mengurangi intensitas serangan ke Gaza, Israel terus melakukan invasi darat dan udara di wilayah tersebut, bahkan menargetkan beberapa rumah sakit.
Juru Bicara Kementerian Kesehatan Palestina, Ashraf al-Qudra, menyampaikan bahwa dari 35 rumah sakit di Gaza, 21 di antaranya sudah tidak dapat beroperasi.
Angka ini mengalami kenaikan dari laporan sebelumnya yang mencatat 18 rumah sakit yang tidak dapat berfungsi.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]