WAHANANEWS.CO, Jakarta - Empat tahun setelah militer merebut kekuasaan, rakyat Guinea akhirnya memberikan suara dalam referendum konstitusi baru pada Minggu (21/9/2025).
Referendum ini berpotensi membuka jalan bagi pemilu, namun juga memungkinkan pemimpin junta Jenderal Mamady Doumbouya maju sebagai calon presiden.
Baca Juga:
PBB Tolak Klaim Kemenangan Referendum Rusia di Ukraina
Referendum tersebut dipastikan akan diboikot oleh pihak oposisi. Oposisi menyebut langkah tersebut hanya "kedok" junta untuk mempertahankan kekuasaan.
Sekitar 6,7 juta warga dari total populasi 14,5 juta memiliki hak suara dalam pemungutan yang dibuka sejak pukul 08.00 waktu setempat. Komisi pemilu memperkirakan hasil resmi baru akan diumumkan pada Selasa malam.
Pemerintah menurunkan lebih dari 45.000 aparat pertahanan dan keamanan untuk mengamankan jalannya referendum. Selain itu, dikerahkan 1.000 kendaraan lapis baja dan helikopter tempur, menurut keterangan Gendarmerie Nasional, dikutip dari AFP.
Baca Juga:
Rusia Segera Caplok Wilayah Referendum
Guinea masih berada di bawah kekuasaan Doumbouya sejak menggulingkan presiden terpilih Alpha Conde pada 2021.
Awalnya, junta berjanji akan mengembalikan pemerintahan sipil sebelum akhir 2024. Namun hingga kini, meski menjanjikan pemilu presiden dan legislatif tahun ini, belum ada jadwal resmi yang diumumkan.
Kampanye referendum didominasi kubu pendukung "ya", ditandai dengan berbagai aksi massa dan poster bergambar Doumbouya yang berusia 40 tahun. Sebaliknya, kampanye "tidak" hampir tak terdengar, lebih banyak berlangsung di media sosial dan dipimpin oleh pengkritik junta di luar negeri.