WahanaNews.co | Sebuah pengadilan di Tunìsia pada Jumat (14/4/2022) membebaskan seorang wartawan perempuan bernama Charahzed Akacha, yang ditahan setelah dia mengkritik polisi dan Menteri Dalam Negeri Tunisia.
Putusan bebas Charahzed Akacha ini dikonfirmasi oleh pengacaranya dan serikat wartawan di Tunisia.
Baca Juga:
Jelang Ramadan 2024, Impor Kurma ke Indonesia Meningkat
Akacha ditahan pada Kamis (14/4/2022) karena dianggap telah menyebarkan kemarahan.
Sejumlah aktivis dan wartawan melihat penahanan pada Akacha adalah sebuah kemunduran bagi kebebasan berekspresi sejak Presiden Tunisia, Kais Saies, merebut kekuasaan pada akhir pekan lalu.
"Akacha sudah dibebaskan," kata Sakir Dilou, pengacara Akacha.
Baca Juga:
Oposisi Boikot Pemilu Tunisia, Hanya 9 Persen Pemilih Berikan Suara
Pembebasan Akacha, dikonfirmasi pula oleh staf dari National Syndicate of Tunisian Journalists, Amira Mohamed.
Lembaga jurnalis itu menjelaskan Akacha ditahan gara-gara unggahannya di Facebook yang mengkritik Menteri Dalam Negeri Tunisia, Taoufik Charfeddine.
Akacha juga menuduh polisi sudah menghina dan memukulinya di jalan pada akhir pekan lalu.
Dalam unggahannya, Akacha menyebut Menteri Dalam Negeri, Charfeddine, telah mengontrol kepolisian dan menggambarkan mereka seperti kawanan anjing usai Akacha dipukuli, dihina dan jilbabnya dicopot.
Kementerian Dalam Negeri Tunisia belum mau berkomentar saat ditanya Reuters.
Kebebasan pers dan berbicara adalah kunci untuk mendapatkan hati masyarakat Tunisia setelah pada 2011 silam meletup revolusi yang mengakhiri pemerintahan mantan Presiden, Zibe El Abidine Ben Ali, dan memicu gelombang unjuk rasa, yang lebih dikenal sebagai Arab Spring.
Akan tetapi sistem demokratis yang telah diadopsi Tunisia setelah revolusi Arab Spring, saat ini dalam kondisi krisis setelah Presiden Saied membubarkan parlemen, merebut kekuasaan dan mengesampingkan konstitusi dengan menerbitkan dekrit.
Langkah Saied itu disebut oposisi sebagai sebuah kudeta. [gun]