Para partisipan tinggal dan/atau bekerja di AS, baik warga negara ataupun bukan warga negara dan berasal dari berbagai latar belakang usia, etnis, dan tingkat pendidikan.
Dengan populasi muslim di AS yang diperkirakan berjumlah sekitar 3,5 juta orang, jumlah partisipan tersebut memiliki margin of error +/- 2,9 persen.
Baca Juga:
Cristiano Ronaldo Sampaikan Selamat Idulfitri kepada Umat Muslim
Sebanyak 62,7 persen mengaku mengalami sendiri atau tahu seseorang yang terdampak oleh kebijakan-kebijakan pemerintah federal dan/atau negara bagian yang menargetkan muslim.
Sebanyak 32,9 persen responden mengaku pernah menyembunyikan identitas muslim mereka. Sedangkan 88,2 persen mengaku menyensor ucapan atau tindakan mereka karena khawatir dengan reaksi orang lain.
Anak-anak muda berusia 18-29 tahun lebih cenderung ketimbang kelompok umur lainnya, untuk menyembunyikan identitas keagaaman mereka yaitu sebesar 44,6 persen.
Baca Juga:
Teror di Niger: ISIS Serang Masjid, 44 Jemaah Tewas Dibantai
Meski demikian, hampir semua partisipan yaitu 99,1 persen, menilai keberagaman budaya di AS sebagai sesuatu yang baik. Sebanyak 99 persen mengatakan semua ras dan etnis mesti diperlakukan sama.
“Tidak semuanya buruk,” kata Basima Sisemore, salah satu peneliti dalam survei tersebut.
“Salah satu temuan yang menggembirakan dari survei kami adalah walaupun terdapat iklim kebencian secara umum, warga muslim mengungkapkan keinginan untuk terlibat dan berinteraksi secara rutin dengan nonmuslim, dan percaya dengan cita-cita kemajemukan dan kesetaraan,” imbuhnya. [rin]
Ikuti update
berita pilihan dan
breaking news WahanaNews.co lewat Grup Telegram "WahanaNews.co News Update" dengan install aplikasi Telegram di ponsel, klik
https://t.me/WahanaNews, lalu join.