WahanaNews.co | Para
gadis Afghanistan angkat senjata di daerah-daerah yang jadi rebutan pasukan
pemerintah dengan kelompok Taliban. Para gadis itu marah pada Taliban yang
meraih kemenangan di beberapa wilayah seiring dengan penarikan militer Amerika
Serikat (AS).
ass="MsoNormal">
Baca Juga:
Bio Farma Hibahkan 10 Juta Dosis Vaksin Polio untuk Afghanistan
AS melanjutkan penarikan pasukannya, sesuai dengan tenggat
waktu yang dijanjikan Presiden Biden, yakni 11 September. Tenggat waktu itu
dimajukan lagi menjadi 31 Agustus. Pasukan Afghanistan kini nyaris berjuang
sendiri untuk melawan kelompok Taliban.
Pasukan pemerintah telah ditarik dari tujuh distrik,
memusatkan pasukan dan sumber daya di sekitar ibu kota provinsi Badakhshan.
Biden Tolak Penyamaan Hengkangnya AS dari Afghanistan dengan
Hengkangnya AS dari Vietnam
Baca Juga:
Afghanistan Kembali Gempa Bumi Berkekuatan 6,3 Magnitudo
Sebagai tanggapan, ratusan gadis dan wanita turun ke jalan
membawa senjata dan memprotes Taliban.
"Ada beberapa perempuan yang hanya ingin menginspirasi
pasukan keamanan, hanya simbolis, tetapi lebih banyak lagi yang siap turun ke
medan perang," kata Halima Parastish, kepala direktorat perempuan di Ghor.
"Itu termasuk diri saya."
"Saya dan beberapa wanita lain memberi tahu gubernur
sekitar sebulan yang lalu bahwa kami siap untuk pergi dan bertarung," kata
Parastish.
Taliban telah memberlakukan pembatasan ketat terhadap
hak-hak perempuan di wilayah yang mereka kuasai, termasuk pendidikan, kebebasan
bergerak dan pakaian. Demikian klaim para aktivis dan penduduk setempat.
Para wanita telah bergabung dengan pasukan keamanan negara
itu selama dua dekade terakhir, termasuk pelatihan sebagai pilot helikopter,
meskipun mereka menghadapi diskriminasi serupa yang ada di negara lain yang
mencegah wanita bertugas di garis depan.
Abdulzahir Faizzada, gubernur provinsi Ghor, mengatakan
kepada The Guardian bahwa beberapa wanita yang memprotes Taliban telah
melibatkan mereka dalam pertempuran dan mengalami kekerasan di tangan mereka.
"Mayoritas wanita ini adalah mereka yang baru saja
melarikan diri dari daerah [yang direbut] Taliban," kata Faizzada.
"Mereka sudah melalui perang di desa mereka, mereka kehilangan putra dan
saudara mereka, mereka marah."
Faizzada mendukung upaya untuk melatih perempuan yang kurang
berpengalaman dengan senjata, tetapi hanya jika pemerintah di Kabul
menyetujuinya.
Mantan Presiden AS George W Bush memperingatkan pada bulan
April bahwa keputusan untuk menarik pasukan dari negara itu akan memberikan
peluang kepada Taliban yang ia harap tidak akan disesali AS.
"Reaksi pertama saya adalah, wow, gadis-gadis ini akan
mendapat masalah nyata dengan Taliban," kata Bush. "Banyak keuntungan
telah dibuat, jadi saya sangat prihatin dengan nasib perempuan dan anak
perempuan di negara itu."
Dia menambahkan: "Saya pikir pemerintah berharap bahwa
gadis-gadis itu akan baik-baik saja melalui diplomasi. Kami akan mencari tahu.
Yang saya tahu adalah Taliban, ketika mereka menguasai tempat itu, mereka
brutal."
Mantan Presiden Donald Trump memprakarsai rencana untuk
menarik pasukan AS dari negara itu, berniat untuk menyelesaikan penarikan semua
pasukan reguler pada Mei 2021. Presiden Biden mengubah garis waktu itu ketika
ia menjabat.
Keputusan itu telah menuai kritik bipartisan, di mana para
pendukung mengatakan penarikan pasukan AS hanya akan meningkatkan masalah di
dalam negeri Afghanistan. Mantan Presiden Afghanistan Hamid Karzai mengeklaim
bahwa ekstremisme berada pada "titik tertinggi" menjelang rencana
penarikan pasukan AS dari negaranya dan bahwa AS telah gagal memenuhi janjinya.
[dhn]