WahanaNews.co | Taliban dituding menculik perempuan Afghanistan dari rumahnya, lantaran ikut demonstrasi hak perempuan di Kabul.
Salah satunya adalah Mursal Ayar ditangkap di Ibu Kota Afghanistan itu, Rabu (2/2/2022).
Baca Juga:
Taliban Persekusi Ratusan Perempuan Afghanistan
Menurut sumber dari BBC, ia diculik karena ikut ambil bagian dalam demonstrasi menuntut hak perempuan.
Sejumlah perempuan Afghanistan berpartisipasi dalam demonstrasi yang kemudian menimbulkan perhatian internasional.
Ayar sendiri dipercaya menjadi demonstran keenam yang hilang dalam beberapa pekan terakhir.
Baca Juga:
Taliban Larang Anak Perempuan Berusia 10 Tahun untuk Sekolah
Pihak Taliban langsung membantah tuduhan tersebut.
Juru Bicara Taliban, Bilal Karimi menegaskan mereka akan melakukan penyelidikan terhadap kasus Ayar.
“Ini adalah kasus yang baru saja terjadi. Kami sedang menginvestigasinya,” ujar Karimi kepada BBC.
Sebelumnya Ayar, lima perempuan yang dikut demonstrasi, Parwana Ibrahimkail, Tamana Paryani dan tiga saudari Paryani, Zarmina, Shafiqa dan Karima, telah lebih dulu menghilang pada 19 Januari.
Ibrahimkhail dan Paryani merupakan bagian dari demonstrasi besar pada 16 Januari, yang meminta agar perempuan diperbolehkan bekerja, belajar dan memiliki hak politik di bawah kepemimpinan Taliban.
Beberapa hari kemudian, Paryani memposting video di media sosial menunjukkan pria bersenjata memasuki blok apartemennya.
“Tolong, Taliban datang ke rumah saya,” ujarnya sebelum video berakhir.
Sebelumnya, Juru Bicara Taliban lainnya, Suhail Shaheen, menuduh Paryani telah menyebarkan kebohongan.
Ia juga menuduh Paryani merekam film demi mencari suaka di luar negeri.
Sementara itu, PBB mengungkapkan bahwa saudara ipar Ibrahimkhail juga diculik saat mereka bepergian ke Kabul.
Kantor Hak Asasi Manusia PBB pada pekan lalu, mengungkapkan mereka sangat khawatir atas hilangnya orang-orang yang terkait dengan demonstrasi hak perempuan baru-baru ini.
“Kami sangat prihatin dengan kesejahteraan dan keselamatan mereka,” katra Juru Bicara Komisioner Tinggi Hak Asasi Manusia, Ravina Shamdasani.
“Kurangnya informasi yang jelas tentang lokasi dan kesejahteraan orang-orang ini, serta orang lain telah melanggengkan iklim ketakutan dan ketidakpastian,” tambahnya. [qnt]