Delegasi kelompok itu kemudian menyebut kedua negara bersedia menjajaki pembayaran pekerja sektor kesehatan dan pendidikan secara langsung melalui organisasi internasional.
Namun, sejauh ini masih belum jelas apakah pembayaran gaji terkait dengan pertemuan tersebut.
Baca Juga:
Bio Farma Hibahkan 10 Juta Dosis Vaksin Polio untuk Afghanistan
Afghanistan sedang mengalami krisis ekonomi yang dahsyat. Beberapa warga menjual aset yang dimiliki bahkan mengemis roti untuk bertahan hidup.
Dua hari usai Taliban menguasai Kabul, pemerintah Amerika Serikat membekukan aset bank sentral Afghanistan senilai sekitar US$9,5 miliar atau setara Rp135 triliun.
Tak hanya AS, banyak donor dan organisasi internasional termasuk Bank Dunia dan Dana Moneter Internasional (IMF) berhenti memberikan bantuan kepada Afghanistan.
Baca Juga:
Afghanistan Kembali Gempa Bumi Berkekuatan 6,3 Magnitudo
Situasi ekonomi yang kian mencekik membuat Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memperkirakan sekitar 22,8 juta orang menghadapi krisis pangan akut. Angka ini meliputi hampir setengah populasi penduduk Afghanistan.
Human Rights Watch mendesak PBB dan lembaga internasional menyesuaikan pembatasan dan sanksi untuk memengaruhi ekonomi Afghanistan dan sektor perbankan.
Menurut media lokal, Hasht-e-Subh, pemerintah sebelumnya menghasilkan rata-rata sekitar US$235 juta dalam sebulan.