WahanaNews.co | Kota
Amsterdam di Belanda meminta maaf atas perdagangan budak pada era kolonialisme
di masa lalu. Permintaan maaf itu juga ditujukan ke Indonesia.
Baca Juga:
Pemkab Garut Bakal Siapkan Outlet Produk Khas di Amsterdam Belanda
Permintaan maaf itu disampaikan langsung oleh Wali Kota
Amsterdam, Femke Halsema. Dia meminta maaf karena Amsterdam terlibat aktif
dalam penjajahan zaman dahulu.
"Atas nama kota ini, saya meminta maaf atas
keterlibatan aktif dewan kota Amsterdam dalam sistem komersial perbudakan
kolonial dan perdagangan manusia global yang mengarah pada perbudakan,"
ucap Femke Halsema, seperti dilansir AFP, Jumat (2/7).
Seperti diketahui, Belanda sempat menjajah Indonesia selama
lebih dari 3,5 abad. Setelah Indonesia memproklamasikan kemerdekaan, masih
terjadi peperangan dengan pihak Belanda dalam momen yang umum disebut sebagai
Agresi Militer I dan II.
Baca Juga:
Salah Satu Bandara Tersibuk di Eropa Kacau Balau Akibat Ditinggal Pekerja
Pada puncak kerajaan kolonial, United Provinces yang kini
dikenal sebagai Belanda memiliki wilayah penjajahan seperti Suriname, Pulau
Curacao di Karibia, Afrika Selatan dan Indonesia, di mana Perusahaan Hindia
Timur Belanda bermarkas pada abad ke-17 silam.
Di Belanda, seperti di negara-negara Eropa lainnya,
perdebatan soal masa lalu kolonialisme dan peran dalam perbudakan mencuat
setelah gerakan Black Lives Matter marak di Amerika Serikat (AS).
"Sudah waktunya untuk mengintegrasikan ketidakadilan
besar dari perbudakan kolonial ke dalam identitas kota kita," ujar Halsema
dalam pidato memperingati penghapusan perbudakan pada 1 Juli 1863 di Suriname
dan Karibia yang menjadi bagian Kerajaan Belanda.
Halsema menyebut bahwa Provinsi Holland, yang mencakup
Amsterdam, menjadi "pemain utama dalam perdagangan dan eksploitasi
budak-budak". Dia menambahkan bahwa pada abad ke-18 sekitar "40 persen
pertumbuhan ekonomi datang dari perbudakan".
"Dan di Amsterdam, hampir semua orang mendapatkan uang
berkat koloni Suriname," sebutnya, mengutip Dewan Kota yang merupakan
co-owner dan co-administrator koloni.
Raja Belanda Minta
Maaf atas Kekerasan yang Terjadi Setelah Proklamasi
Sebelum Femke Halsema meminta maaf mewakili Amsterdam, Raja
Belanda Willem Alexander sudah lebih dulu meminta maaf ke Indonesia atas
kekerasan di masa penjajahan, namun untuk kekerasan yang terjadi setelah
proklamasi. Hal itu disampaikan Willem ketika mengunjungi Indonesia dan bertemu
Presiden Joko Widodo (Jokowi).
"Di tahun-tahun setelah diumumkannya Proklamasi,
terjadi sebuah perpisahan yang menyakitkan dan mengakibatkan banyak korban
jiwa. Selaras dengan pernyataan pemerintahan saya sebelumnya, saya ingin
menyampaikan penyesalan saya dan permohonan maaf untuk kekerasan yang
berlebihan dari pihak Belanda di tahun-tahun tersebut," ujar Raja Willem
di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, Selasa (10/3/2020).
"Saya melakukan ini dengan kesadaran penuh bahwa rasa
sakit dan kesedihan bagi keluarga-keluarga yang terdampak masih dirasakan
sampai saat ini," imbuh Raja Willem.
Diketahui, Amsterdam menjadi kota pertama di Belanda yang
menyampaikan permohonan maaf. Langkah ini bisa diikuti oleh kota Rotterdam,
Utrecht dan ibu kota administrasi Den Haag, yang juga memperdebatkan isu yang
sama.
Di level nasional, Belanda belum secara resmi meminta maaf
atas perannya dalam perbudakan di masa lalu.
Perdana Menteri (PM) Mark Rutte yang akan mengakhiri masa
jabatannya, sebelumnya menyebut periode perbudakan terlalu jauh ke belakang dan
perdebatan soal permintaan maaf akan memicu ketegangan. [dhn]