WAHANANEWS.CO - Konklaf pemilihan Paus baru dijadwalkan berlangsung pada 7 Mei mendatang. Sejumlah nama kardinal dari berbagai benua mulai mencuat sebagai kandidat kuat penerus mendiang Paus Fransiskus. Namun, para analis menilai peta kandidat masih sangat dinamis, mengingat perubahan situasi geopolitik dan arah Gereja Katolik belakangan ini.
Pada konklaf 2013, misalnya, Kardinal Angelo Scola dari Milan sempat dijagokan, namun justru Jorge Bergoglio dari Argentina—yang kemudian menjadi Paus Fransiskus—yang terpilih. Situasi serupa mungkin kembali terjadi tahun ini.
Baca Juga:
Respons Tuduhan Ijazah Palsu, Jokowi Tampilkan Bukti Pendidikan Lengkap
Berikut tiga nama kandidat kuat yang santer disebut:
Kardinal Pietro Parolin (Italia)
Sekretaris Negara Takhta Suci sejak 2013 ini dikenal sebagai diplomat ulung Vatikan. Ia memiliki pengalaman diplomatik di Venezuela dan memainkan peran penting dalam menjalin hubungan Vatikan dengan Vietnam dan China. Meski konservatif dan berhati-hati, Parolin dianggap sebagai kandidat serius, meski sikapnya terhadap konflik Gaza dan AS bisa memengaruhi peluangnya.
Baca Juga:
Peringati Hari Kartini, Ini Pesan Tri Adhianto kepada Kaum Wanita Kota Bekasi
Kardinal Luis Antonio Tagle (Filipina)
Dikenal sebagai “Fransiskus dari Asia,” Tagle memiliki gaya kepemimpinan yang rendah hati dan inklusif. Ia mendukung kaum marginal seperti LGBT dan ibu tunggal, serta menjabat prefek Vatikan untuk penginjilan sejak 2019. Namun, beberapa pihak menyoroti kepemimpinannya yang dinilai kurang tegas saat memimpin Caritas. Jika terpilih, ia akan menjadi paus pertama dari Asia Tenggara.
Kardinal Peter Turkson (Ghana)
Tokoh dari Afrika ini dikenal karena komitmennya terhadap keadilan sosial dan lingkungan, namun tetap sangat konservatif secara teologis. Ia pernah masuk bursa paus pada 2013 dan berpotensi menjadi paus Afrika pertama sejak abad ke-5. Meski demikian, usianya yang 76 tahun dan sorotan terhadap penanganan kasus pelecehan seksual di Afrika dipandang sebagai hambatan.
Konklaf mendatang akan menjadi sorotan dunia, dengan banyak yang menanti arah baru Gereja Katolik dalam memilih pemimpinnya.
[Redaktur: Rinrin Khaltarina]