WAHANANEWS.CO, Jakarta - Donald Trump kembali bikin geger politik Amerika Serikat dengan ancaman mencabut izin siaran jaringan televisi yang dianggap menentangnya, sebuah pernyataan yang ia lontarkan hanya sehari setelah ABC menangguhkan penayangan acara "Jimmy Kimmel Live!" karena komentar pembawa acaranya yang mengaitkan tersangka pembunuh aktivis konservatif Charlie Kirk dengan gerakan Make America Great Again (MAGA), Kamis (18/9/2025).
Ketua Komisi Komunikasi Federal (FCC) AS, Brendan Carr, turut memberi sinyal bahwa lisensi siaran ABC bisa terancam jika tidak mengambil langkah tegas terhadap Kimmel pada Rabu sebelumnya.
Baca Juga:
Pesan Digital dan Jejak Discord Ungkap Rencana Pembunuhan Charlie Kirk
ABC diketahui merupakan anak perusahaan raksasa media Disney.
"Saya pernah membaca di suatu tempat bahwa jaringan-jaringan televisi 97% menentang saya. Sekali lagi, 97% negatif," kata Trump kepada wartawan di Air Force One, Kamis (18/9/2025).
"Namun saya menang dengan mudah, di ketujuh negara bagian yang masih belum jelas," tambahnya seraya merujuk pada kemenangannya di Pilpres 2024.
Baca Juga:
Presiden Ukraina Minta Trump Dukung Paket Sanksi Baru untuk Rusia
Menurut rekaman audio konferensi pers yang disediakan Gedung Putih, Trump juga menegaskan bahwa media hanya memberinya publisitas buruk.
"Mereka hanya memberi saya publisitas yang buruk. Pers. Maksud saya, mereka sedang mendapatkan lisensi," ujarnya.
"Saya pikir mungkin lisensi mereka harus dicabut," kata Trump lagi.
Trump secara khusus menyoroti kritik dari Kimmel dan juga menyebut Stephen Colbert, pembawa acara larut malam CBS, yang acaranya juga sempat dihentikan sebelumnya.
"Lihat, itu juga sesuatu yang harus dibicarakan untuk perizinan," ujar Trump.
"Ketika Anda punya jaringan dan acara malam, dan yang mereka lakukan hanyalah menyerang Trump. Hanya itu yang mereka lakukan," tambahnya.
"Kalau ditelusuri kembali, saya rasa mereka sudah bertahun-tahun tidak punya penyiar konservatif," ucapnya lagi.
"Tapi kalau ditelusuri kembali, lihat saja, yang mereka lakukan hanyalah menyerang Trump. Mereka punya izin. Mereka tidak diizinkan melakukan itu. Mereka adalah sayap partai Demokrat," tegasnya.
Dalam wawancara dengan CNBC International, Carr menegaskan bahwa "kita belum selesai dengan perubahan dalam ekosistem media", sebuah konsekuensi yang menurutnya muncul setelah Trump kembali berkuasa.
Stasiun televisi siaran seperti ABC, CBS, NBC, dan Fox wajib memiliki lisensi FCC untuk beroperasi karena konten mereka disiarkan gratis melalui udara, berbeda dengan jaringan TV kabel yang berbasis biaya langganan.
Sejumlah media kemudian menyoroti sikap Trump sebagai langkah otoriter yang berbahaya, bahkan menyerupai gaya diktator modern.
ABC menyinggung soal perintah Trump yang pernah menerjunkan militer di Washington dan kota lain sebagai salah satu tanda otoritarianisme.
Mengutip buku How Democracies Die karya Steven Levitsky dan Daniel Ziblatt dari Harvard, disebutkan bahwa otoritarianisme tercermin ketika seorang politisi menolak aturan demokrasi, menoleransi atau mendorong kekerasan, menolak legitimasi lawan, dan berusaha membatasi kebebasan sipil, termasuk media.
WAHANANEWS.CO, Jakarta - The Guardian juga menyoroti bahwa banyak diktator modern berusaha menyembunyikan kecenderungan mereka, tetapi Trump justru tampak terang-terangan.
Profesor sosiologi Universitas Princeton, Kim Lane Scheppele, membandingkan Trump dengan pemimpin lain seperti Vladimir Putin dari Rusia, Viktor Orban dari Hongaria, dan Recep Tayyip Erdogan dari Turki yang berusaha menghindari citra diktator abad ke-20.
"Jika Anda membayangkan diktator sebagai, Anda tahu, tank-tank di jalanan dan sejumlah besar personel militer memberi hormat kepada pemimpin, dan poster-poster besar pemimpin yang terpasang di gedung-gedung nasional, semua hal itu mengingatkan semua orang pada Jerman di bawah Hitler, Rusia di bawah Stalin, dan sebagainya, serta Italia di bawah Mussolini," ujarnya.
Namun, menurut Scheppele, Trump seakan tak peduli dengan label tersebut.
Meski pernah menegaskan dirinya bukan diktator, Trump pada akhir Agustus justru melontarkan pernyataan yang mengejutkan. Ia menyebut, “mungkin negeri ini memang menginginkan seorang diktator.”
“Banyak orang berkata, ‘Mungkin kami ingin seorang diktator,’” ujar Trump.
“Istilahnya, saya disebut diktator. Tapi saya memberantas kejahatan. Jadi banyak orang yang bilang, ‘Kalau begitu, saya lebih memilih punya diktator,’” kata Trump dalam rapat kabinet.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]