WAHANANEWS.CO, Jakarta - Perdana Menteri China, Li Qiang, menegaskan bahwa negaranya memiliki berbagai instrumen kebijakan yang mampu "sepenuhnya mengimbangi" dampak negatif dari tarif mahal yang diberlakukan Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump.
Dalam percakapan via telepon dengan Presiden Komisi Eropa, Ursula Von der Leyen, pada Selasa waktu setempat, Li menyatakan bahwa kebijakan ekonomi makro China tahun ini telah disusun dengan mempertimbangkan berbagai ketidakpastian global.
Baca Juga:
Tarif 145%! Trump Hantam China Tanpa Ampun, Perang Dagang Makin Membara
Ia juga optimis terhadap pertumbuhan ekonomi China pada 2025, meskipun menghadapi ancaman tarif baru dari Trump yang mencapai 104%.
Panggilan tersebut berlangsung hanya beberapa jam sebelum Uni Eropa dan China dikenai tarif balasan oleh Trump.
Uni Eropa menghadapi tambahan tarif sebesar 20%, sementara China harus menanggung lonjakan bea masuk hingga 104%, yang mulai berlaku pada 9 April 2025 pukul 12:01 dini hari.
Baca Juga:
10 Negara Paling Dibenci di Dunia: China, AS, dan Rusia di Urutan Teratas
Seorang pejabat AS mengonfirmasi bahwa pemerintahan Trump tetap pada rencana kenaikan tarif tersebut.
Li mengkritik langkah Washington sebagai bentuk unilateralisme, proteksionisme, dan tekanan ekonomi yang berlebihan terhadap mitra dagangnya.
Menurutnya, respons tegas China bukan hanya demi kepentingan nasional, tetapi juga untuk mempertahankan prinsip perdagangan internasional yang adil.
"Proteksionisme tidak akan membawa manfaat apa pun—keterbukaan dan kerja sama adalah solusi terbaik bagi semua pihak," ujar Li kepada Von der Leyen.
Perdana Menteri China juga menyerukan agar Uni Eropa memperkuat komunikasi dengan Beijing dan meningkatkan kerja sama strategis, perdagangan, serta pengembangan ekonomi hijau dan digital secepatnya.
Pemerintah Xi Jinping telah berjanji untuk membalas kebijakan tarif Washington dengan langkah serupa.
Sebagai gambaran, dua blogger berpengaruh di China mengungkapkan bahwa Beijing tengah mempertimbangkan berbagai tindakan balasan, termasuk menerapkan bea masuk atas produk pertanian AS serta melarang penayangan film-film Hollywood.
Di sisi lain, Trump mengklaim bahwa China sangat ingin mencapai kesepakatan dan dirinya tengah menunggu panggilan dari Beijing.
Pernyataan tersebut dikonfirmasi oleh Sekretaris Pers Gedung Putih, Karoline Leavitt, yang menyatakan bahwa Trump "akan bersikap baik" jika para pemimpin China bersedia berdiskusi.
Sementara itu, analisis dari para ekonom di Goldman Sachs Group Inc. menunjukkan bahwa dampak kenaikan tarif AS semakin berkurang seiring waktu.
Menurut laporan mereka, tarif awal sebesar 50% memangkas Produk Domestik Bruto (PDB) China sebesar 1,5%, tetapi kenaikan tambahan 50% hanya akan mengurangi pertumbuhan ekonomi China sebesar 0,9%.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]