WAHANANEWS.CO, Jakarta - Presiden Amerika Serikat Donald Trump kembali menegaskan bahwa ancamannya untuk menerapkan tarif 150% terhadap negara-negara BRICS telah membuat blok ekonomi tersebut bubar.
Ia berulang kali menuding BRICS berupaya melemahkan dominasi dolar AS melalui berbagai inisiatif ekonomi.
Baca Juga:
Juru Bicara Kemenlu Qatar: Situasi Pascakonflik Gaza Perlu Upaya Kolektif Internasional
"Ketika saya masuk, hal pertama yang saya katakan adalah, setiap negara BRICS yang bahkan menyebutkan penghancuran dolar akan dikenakan tarif 150% ... Dan negara-negara BRICS baru saja bubar... Kami belum mendengar kabar dari negara-negara BRICS akhir-akhir ini," ujar Trump dalam sebuah pernyataan baru-baru ini, seperti dikutip dari RT.
Sejak kembali terpilih sebagai Presiden AS pada November tahun lalu, Trump kerap melontarkan ancaman terhadap BRICS, terutama terkait rencana blok tersebut dalam mengurangi ketergantungan pada dolar AS.
Ia memperingatkan bahwa setiap upaya BRICS untuk menciptakan mata uang bersama akan menghadapi konsekuensi ekonomi yang berat dari AS.
Baca Juga:
Presiden Trump Konfirmasi Bom Seberat 2.000 pon Dalam Perjalanan Menuju Israel
"Mereka berkata, bagaimana dengan negara-negara BRICS? Mereka akan mengambil alih dolar, kekuatan dolar. Mereka akan menciptakan mata uang baru untuk menguasai dunia. Saya berkata, tidak, mereka tidak... Beri tahu mereka tarif 150%. Plus, kami tidak akan berbisnis dengan mereka," tegas Trump, menaikkan ancamannya yang sebelumnya 100% menjadi 150%.
Trump juga mengklaim bahwa pemerintahan sebelumnya di bawah Joe Biden menganggap BRICS sebagai ancaman tetapi gagal mengambil tindakan tegas.
Ia menegaskan bahwa hanya dengan satu ancaman dari dirinya, situasi dapat berbalik.
Blok ekonomi BRICS, yang saat ini beranggotakan sepuluh negara dan menyumbang sekitar 36% dari PDB global, telah mempercepat upaya mengurangi ketergantungan terhadap mata uang Barat dalam perdagangan bilateral.
Langkah ini semakin intensif setelah sanksi ekonomi besar-besaran dijatuhkan terhadap Rusia pasca eskalasi konflik di Ukraina tahun 2022.
Meskipun ada spekulasi tentang penciptaan mata uang bersama, sebagian besar negara anggota BRICS membantah adanya pembahasan konkret mengenai hal tersebut.
Namun, negara-negara BRICS telah aktif meningkatkan penggunaan mata uang nasional masing-masing dalam perdagangan untuk memperkuat kedaulatan ekonomi mereka.
Beberapa negara BRICS, termasuk Rusia, menuduh AS justru melemahkan nilai dolar dengan mempolitisasi mata uang tersebut melalui kebijakan sanksi.
Menjelang pertemuan Menteri Luar Negeri G20 di Afrika Selatan pada 20-21 Februari, Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov menekankan bahwa forum tersebut akan menyatukan "negara-negara BRICS yang berpikiran sama dan negara-negara lain di Global Selatan dan Timur" untuk mendorong kerja sama produktif.
Sementara itu, AS memilih untuk tidak menghadiri pertemuan tersebut. Menteri Luar Negeri Marco Rubio beralasan bahwa Afrika Selatan "melakukan hal-hal yang sangat buruk" dengan mendorong agenda solidaritas, kesetaraan, dan keberlanjutan di G20.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]