Pola kebijakan yang berubah-ubah ini membuat para pemimpin dunia dan pelaku usaha kesulitan menghadapi ketidakpastian ekonomi yang semakin besar.
Dalam pernyataan terbarunya, Trump menjelaskan bahwa penundaan tarif ini akan berlangsung selama tiga bulan untuk memberi kesempatan negosiasi dengan negara-negara yang mengajukan keberatan.
Baca Juga:
Wamendag: Indonesia Kedepankan Diplomasi Perdagangan Hadapi Trump 2.0
Namun, ketegangan dengan China tidak berkurang.
Sebaliknya, tarif impor dari negara itu dinaikkan dari 104% menjadi 125%, memperburuk eskalasi perang dagang antara dua kekuatan ekonomi terbesar dunia.
Gedung Putih menegaskan bahwa penundaan tarif ini tidak berlaku untuk semua kebijakan proteksionis AS.
Baca Juga:
China Serang Balik! Tarif Naik Jadi 84%, Trump Dibuat Pusing
Tarif umum sebesar 10% atas sebagian besar barang impor tetap berlaku, begitu pula bea masuk tinggi untuk mobil, baja, dan aluminium.
Pasar menyambut positif langkah ini. Indeks saham S&P 500 ditutup naik 9,5%, sementara dolar AS menguat terhadap mata uang safe haven.
Namun, para analis mengingatkan bahwa reli pasar ini tidak serta-merta menghapus dampak negatif dari tarif yang telah diterapkan sebelumnya.