WahanaNews.co | Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Penny K Lukito merespons adanya puluhan kasus kematian di Gambia, Afrika yang diduga disebabkan konsumsi obat sirup yang terkontaminasi DEG dan EG.
Oleh sebab itu, BPOM menetapkan aturan baru terkait ketetapan kandungan obat sirup di Indonesia. Terbaru, setiap perusahaan farmasi yang melakukan registrasi obat tidak diperbolehkan mendaftarkan produk yang mengandung dietilen glikol (DEG) dan etilen glikol (EG).
Baca Juga:
Polda Sulsel Tetapkan Tiga Tersangka Peredaran Kosmetik Berbahaya di Makassar
"Untuk memberikan perlindungan terhadap masyarakat, BPOM telah menetapkan persyaratan pada saat registrasi bahwa semua produk obat sirup untuk anak maupun dewasa, tidak diperbolehkan menggunakan DEG dan EG," kata Penny melalui keterangan tertulis, Sabtu (15/10/2022).
BPOM, kata Penny, selalu melakukan pengawasan secara komprehensif terkait pre dan post market terhadap produk obat yang beredar di Indonesia.
Berdasarkan penelusuran BPOM, keempat produk yang ditarik di Gambia tersebut tidak terdaftar di Indonesia, dan hingga saat ini produk dari produsen Maiden Pharmaceutical Ltd, India tidak ada yang terdaftar di BPOM.
Baca Juga:
Awas! 6 Produk Kosmetik Sulsel Terbukti Mengandung Merkuri
Sirup obat untuk anak yang disebutkan dalam informasi dari Badan Kesehatan Dunia (WHO) itu terdiri dari Promethazine Oral Solution, Kofexmalin Baby Cough Syrup, Makoff Baby Cough Syrup, dan Magrip N Cold Syrup. Keempat produk tersebut diproduksi oleh Maiden Pharmaceuticals Limited, India.
"Namun demikian, sebagai langkah kehati-hatian, BPOM juga sedang menelusuri kemungkinan kandungan DEG dan EG sebagai cemaran pada bahan lain yang digunakan sebagai zat pelarut tambahan," ujarnya.
Adapun banyak orang mulai mengaitkan kasus gangguan ginjal misterius yang terjadi di Indonesia dengan kematian puluhan anak di Gambia akibat gagal ginjal akut.
Hal itu terjadi lantaran kedua kasus mendadak muncul ke permukaan dalam waktu bersamaan. Keduanya juga sama-sama menyerang kelompok anak.
Namun, Guru Besar Farmakologi dan Farmasi Klinik Universitas Padjadjaran Profesor Keri Lestari menegaskan bahwa keduanya berbeda. Keri mengatakan bahwa setelah ditelusuri, keempat merek obat yang menyebabkan gagal ginjal akut di Gambia tak tersedia dan tidak mendapatkan izin edar di Indonesia. [rsy]