WAHANANEWS.CO, Jakarta - Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI resmi memberikan persetujuan pelaksanaan Uji Klinis Fase I untuk vaksin Tuberkulosis (TBC) berbasis inhalasi.
Vaksin inovatif ini digadang-gadang menjadi vaksin inhalasi TBC pertama di dunia dan diharapkan membuka babak baru dalam pencegahan penyakit yang masih menjadi ancaman kesehatan global tersebut.
Baca Juga:
BPOM Dorong Pemimpin Sains Berintegritas di Era Teknologi Melesat
Kepala BPOM RI, Taruna Ikrar, menjelaskan bahwa persetujuan ini menandai langkah penting dalam upaya mempercepat eliminasi TBC di Indonesia.
Ia menegaskan komitmen BPOM untuk terus mendorong inovasi kesehatan berbasis riset ilmiah, terutama yang dapat memperkuat sistem pencegahan TBC di masyarakat.
“Berdasarkan hasil uji preklinik, baik in vitro maupun pada hewan, vaksin ini menunjukkan tingkat keamanan yang baik. Uji klinis tahap pertama ini sangat penting untuk memastikan keamanan pada manusia," ujar Taruna dalam keterangannya, Jumat (14/11/2025).
Baca Juga:
30 Ribu Spesies Tanaman Jadi Modal Indonesia Kuasai Pasar Obat Herbal Dunia
Ia menambahkan bahwa BPOM siap mengawal seluruh proses pengembangan, termasuk bila hasil uji awal terbukti menjanjikan.
"Jika hasilnya positif, kami siap mendukung kelanjutan ke Fase II. Kemudian lanjut ke Fase III,” ujarnya.
Sebelum memberikan lampu hijau, BPOM telah melakukan evaluasi ilmiah secara mendalam terhadap data preklinik, mencakup analisis in vitro serta uji in vivo.
Hasil kajian menyimpulkan bahwa profil keamanan, kemurnian, dan kualitas vaksin telah memenuhi syarat untuk diuji pada manusia.
Sebagai bagian dari pengawasan mutu, Prof. Taruna bersama tim BPOM juga melakukan inspeksi langsung ke fasilitas produksi vaksin di China.
Pemeriksaan ini bertujuan memastikan penerapan standar Good Manufacturing Practices (GMP), sistem kualitas, serta konsistensi proses produksi sesuai standar internasional.
Indonesia hingga kini masih menghadapi beban TBC yang sangat tinggi.
Diperkirakan terdapat sekitar 1.090.000 kasus baru TBC setiap tahun, menjadikan Indonesia sebagai negara dengan kasus TBC terbanyak kedua di dunia setelah India.
Pada 2024, pemerintah mencatat 885.000 notifikasi kasus, jumlah tertinggi sepanjang sejarah upaya penanggulangan TBC nasional.
Kendati demikian, tingkat insiden masih berada di kisaran 388 kasus per 100.000 penduduk, angka yang menunjukkan pentingnya penguatan langkah preventif.
Pemerintah pun menempatkan eliminasi TBC sebagai prioritas nasional, didukung strategi besar seperti:
Perluasan deteksi dini melalui X-ray portable dan Tes Cepat Molekuler (TCM).
Penanganan menyeluruh untuk TBC sensitif obat maupun resisten obat.
Pendekatan multisektor dengan melibatkan berbagai kementerian dan lembaga.
Dukungan BPOM terhadap inovasi kesehatan, termasuk riset vaksin inhalasi.
Vaksin inhalasi dinilai dapat menjadi terobosan penting karena TBC menular melalui udara.
Platform ini berpotensi meningkatkan efektivitas perlindungan sekaligus memperluas cakupan intervensi pencegahan di komunitas.
Prof. Taruna menegaskan bahwa BPOM akan terus berada dalam garda terdepan untuk memastikan setiap inovasi kesehatan aman bagi masyarakat.
“BPOM akan terus berada di garis depan dalam memastikan setiap inovasi kesehatan yang masuk ke Indonesia aman, bermutu, dan bermanfaat. Ini adalah bagian dari misi kita menjaga generasi sehat menuju Indonesia Emas 2045,” ucap Prof Taruna.
[Redaktur: Ajat Sudrajat]