WAHANANEWS.CO, Jakarta - Fenomena mengejutkan kembali mengguncang dunia pendidikan kedokteran di Indonesia. Di balik prestise dan kehormatan profesi dokter, tersembunyi kisah-kisah pilu para peserta pendidikan dokter spesialis yang menghadapi tekanan psikis luar biasa.
Menteri Kesehatan RI, Budi Gunadi Sadikin, membeberkan kenyataan kelam bahwa sejumlah peserta PPDS berada di ambang keputusasaan, bahkan mempertimbangkan untuk mengakhiri hidupnya akibat praktik perundungan yang merajalela.
Baca Juga:
Gaspol! Bupati Nias Barat Temui Sejumlah Menteri, Minta Bangun Perumahan hingga RS Konsep Wisata
Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin mengungkapkan adanya kecenderungan bunuh diri di kalangan peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) yang mengalami tekanan hebat akibat praktik perundungan atau bullying yang mereka alami selama menjalani pendidikan.
Pengakuan ini disampaikan Budi berdasarkan data yang diperoleh setelah Kementerian Kesehatan membuka kanal pengaduan khusus untuk bullying dalam program PPDS pada Juni 2023.
Meski tidak merinci secara pasti jumlah peserta yang mengungkapkan keinginan untuk bunuh diri, Budi menyebutkan bahwa ada puluhan peserta yang menunjukkan tanda-tanda gangguan psikologis serius.
Baca Juga:
Bertemu Menkes, Eliyunus Waruwu Lobi Pembangunan Rumah Sakit Konsep Wisata di Nias Barat
"Ada beberapa puluh orang yang menunjukkan kecenderungan untuk mengakhiri hidup, sehingga mereka kini sedang kami dampingi secara psikologis," ujar Budi saat berbicara dalam rapat bersama Komisi IX DPR RI di Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (2/5/2025).
Namun, Budi juga menyoroti bahwa tidak semua korban bullying bersedia menerima bantuan pendampingan.
Ketakutan dan tekanan mental yang dialami membuat banyak dari mereka enggan untuk berbicara terbuka atau menerima pertolongan.
"Tidak semua bersedia didampingi karena ketakutan. Mereka trauma dan merasa tidak aman untuk bersuara," tuturnya.
Dalam upaya mengurangi dampak perundungan tersebut, beberapa korban sempat dipindahkan ke program studi lain. Meski demikian, tidak semua institusi pendidikan kedokteran bersedia memfasilitasi perpindahan ini, memperumit penanganan kasus.
“Banyak yang tak berani bicara. Saat dihubungi dan dites, mereka menunjukkan gejala bunuh diri. Ini kondisi yang sangat serius,” tegas Budi.
Lebih lanjut, Budi menyampaikan bahwa beberapa program studi memiliki tingkat pengaduan tertinggi terkait perundungan.
Data yang dihimpun setelah dibukanya kanal aduan menunjukkan bahwa lima program spesialis dengan jumlah kasus bullying tertinggi adalah penyakit dalam, bedah, anestesi, obstetri dan ginekologi (obgyn), serta anak.
"Kami membagi pengaduan berdasarkan program studi, dan yang tertinggi adalah penyakit dalam, bedah, anestesi, obgyn, dan anak," kata Menkes Budi saat rapat kerja bersama Komisi IX DPR RI di Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (30/4/2025).
Data tersebut juga diperkuat dengan hasil koordinasi bersama Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti). Berikut adalah jumlah kasus bullying di tiap program studi:
• Penyakit dalam: 80 kasus
• Bedah: 46 kasus
• Anestesi: 27 kasus
• Obgyn: 22 kasus
• Anak: 21 kasus
• Mata: 16 kasus
• Bedah plastik: 16 kasus
• Bedah saraf: 16 kasus
• Orthopedi: 15 kasus
• Neurologi: 14 kasus
Temuan ini membuka tabir gelap di balik sistem pendidikan dokter spesialis di Indonesia.
Menkes Budi menekankan pentingnya pembenahan menyeluruh terhadap budaya pendidikan yang selama ini dianggap normal, namun ternyata memupuk kekerasan psikis.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]