WahanaNews.co | Seorang jurnalis menjadi
relawan yang mengikuti uji klinis fase 3 vaksin Covid-19 buatan Sinovac.
Ia pun membagi pengalamannya tersebut melalui kisah berikut ini:
Baca Juga:
Katalin Kariko dan Drew Weissman Raih Nobel Kedokteran 2023
Keamanan menjadi salah satu hal yang
saya khawatirkan, mungkin bersama 1.620 relawan lainnya, ketika
ikut uji klinis fase 3 vaksin Sinovac.
Sejak Juli tahun lalu, saya turut
cemas, namun tetap memutuskan menjadi salah satu relawan uji klinis
tersebut.
Sebelumnya, saya berusaha mencari
laporan hasil uji klinis fase satu dan dua dari Sinovac, namun tak
berhasil.
Baca Juga:
Vaksin Covid-19 Bakal Berbayar, Kemenkes Jawab Ini
Belakangan, laporan itu terbit pada
November 2020, atau dua bulan setelah saya disuntik.
Sebagai jurnalis, saya ingin meyakini
keamanan dan efektivitas vaksin itu bukan hanya dari kata ahli, namun bisa
dirasakan sendiri.
Hari itu, 9 Agustus 2020, saya mendaftar sebagai relawan, hingga
dinyatakan lolos.
Proses screening dilakukan pada 22 September 2020, meliputi pemeriksaan
kesehatan secara lengkap dan pemeriksaan Swab PCR.
Saya termasuk dalam grup 6.2 yang
beranggotakan 48 relawan.
Proses uji klinis bagi kami dilakukan
di Gedung Eyckman, Rumah Sakit Pendidikan Universitas
Padjadjaran, yang letaknya berada persis di seberang RS Hasan Sadikin, Kota Bandung, Jawa Barat.
Penyuntikan pertama dilakukan pada
tanggal 25 September, atau tiga hari setelah proses screening selesai.
Setiap relawan, termasuk saya, tidak
diberitahu apakah bakal disuntik vaksin atau disuntik placebo sebagai kelompok kontrol.
Pada penyuntikan pertama ini tidak ada
efek samping yang saya rasakan setelah 30 menit.
Hanya saja, dua hari usai penyuntikan,
saya banyak bersin. Namun, keesokan harinya, bersin tersebut
hilang.
Setiap hari seusai penyuntikan, para
relawan memang wajib mengisi kartu surveillance.
Suhu tubuh, tanda kemerahan, serta
nyeri lokal pada tempat suntikan harus dilaporkan.
Selain itu, jika mengalami gejala
pusing, mual, atau gejala lainnya, juga harus
melapor.
Kami juga dibuatkan grup Whatsapp sebagai sarana komunikasi,
serta diberikan nomor kontak dokter peneliti, jika memiliki pertanyaan terkait
vaksin atau merasakan gejala berat.
Penyuntikan kedua dilaksanakan 14 hari
setelah penyuntikan pertama. Tepatnya tanggal 12 Oktober 2020.
Efek Pegal
Berbeda dengan penyuntikan pertama,
saya merasakan efek samping pegal pada tempat penyuntikan selama 30 menit,
dengan intensitas ringan.
Kemudian, bersin hebat kembali
dirasakan dua hari usai penyuntikan kedua, yang mereda keesokan harinya.
Selain gejala-gejala tersebut, tidak ada efek samping lain yang saya rasakan.
Pada 27 Oktober 2020, relawan kelompok
6.2 kembali menemui peneliti untuk dicek kesehatannya secara menyeluruh.
Di luar kelompok kami, terdapat 540
relawan yang diambil darahnya untuk diteliti lebih lanjut mengenai
imunogenisitas vaksin.
Imunogenesitas adalah kemampuan vaksin
dalam memicu respons imun terhadap virus atau bakteri.
Sekitar 3 bulan setelah semua relawan
mendapatkan suntikan kedua, tim peneliti memberikan laporan interim kepada PT
Biofarma (Persero) sebagai sponsor.
Laporan pun diteruskan kepada BPOM
sebagai regulator untuk mendapat Emergency
Use Authorization (EUA).
Akhirnya, BPOM merilis hasil
imunogenisitas vaksin usai 3 bulan suntikan adalah 99,23 persen serta efikasi
sebesar 65,3 persen.
Meski efikasi dan imunogenisitas
vaksin Coronavac dari Sinovac telah diumumkan BPOM, bukan berarti penelitian
uji klinis vaksin berakhir.
Kami masih harus melakukan kunjungan
terakhir pada April 2021. Setelah itu, tim peneliti baru bisa melaporkan hasil
uji klinis secara lengkap pada Mei 2021.
Laporan pada bulan Januari ini, hanya
laporan interim tiga bulan sebagai syarat mendapatkan izin darurat sesusai syarat yang ditetapkan WHO.
Satu hal yang tidak boleh dilupakan
pemerintah, vaksinasi bukan peluru perak dalam penanganan pandemi.
Selain vaksin, upaya tes lacak dan
isolasi harus terus ditingkatkan.
Warga pun, saya kira, harus sadar
bahwa setelah disuntik vaksin bukan berarti abai terhadap protokol kesehatan.
Senjata utama kita adalah memakai
masker, mencuci tangan, dan menjaga jarak dengan menjauhi kerumunan.
Hal itu pula yang saya lakukan selama
menjalani aktivitas peliputan, dan bersyukur masih terbebas dari
Covid-19. [qnt]