Dicky menjelaskan ada tiga kriteria mutasi virus corona
varian baru masuk kategori yang mengkhawatirkan atau varian super. Pertama
yakni memiliki kecepatan penularan. Kedua, kemampuan menimbulkan gejala parah
bahkan kematian. Terakhir mampu menurunkan efikasi antibodi setelah vaksinasi.
Dicky menilai masyarakat Indonesia saat ini masih buta
dengan situasi corona yang ada di negaranya sendiri. Terlebih, upaya untuk
mendeteksi penularan mutasi virus corona atau whole genome sequencing yang
menyebar saat ini masih amat terbatas.
Baca Juga:
Korupsi APD Covid Negara Rugi Rp24 Miliar, Eks Kadinkes Sumut Divonis 10 Tahun Bui
Sepanjang pandemi, Wakil Menteri Kesehatan (Wamenkes) Dante
Saksono Harbuwono mencatat per 10 Juni 2021 lalu total baru sebanyak 2.000
sampel acak yang dilakukan whole genome sequencing di Indonesia.
Meski demikian, Dicky menilai masih sulit untuk memastikan
apakah sudah ada mutasi varian baru corona yang dilahirkan di Indonesia saat
ini. Ia hanya mengatakan potensi tersebut masih sangat besar terjadi.
Dicky turut mengingatkan upaya terpenting mencegah munculnya
varian baru yang lebih berbahaya dengan menghambat penyebarannya. Salah satunya
tetap melaksanakan strategi testing, tracking dan treatment secara luas.
Baca Juga:
Kasus Korupsi APD Covid-19: Mantan Kadinkes Sumut Dituntut 20 Tahun Penjara
"Lalu jangan lupa 5M, vaksinasi dan visitasi. Tanpa
adanya itu, banyak kasus Covid terlewatkan yang artinya terjadi pengabaian
dalam mencegah penyebaran di komunitas," kata Dicky.
Senada, Kepala Lembaga Biologi Molekuler (LBM) Eikjman Amin
Soebandrio mengatakan varian baru Covid-19 bisa muncul tidak hanya Indonesia.
Tetapi bisa di semua negara karena virus tersebut bermutasi kapan saja dan
dimana saja.
"Varian baru corona bisa muncul di negara lain bisa di
Indonesia," kata Amin kepada CNNIndonesia.com.