WAHANANEWS.CO, Jakarta - Di tengah gaya hidup serbacepat dan padat aktivitas, kebiasaan sederhana seperti berjalan kaki dengan tempo cepat selama 15 menit per hari terbukti mampu memberikan manfaat luar biasa bagi kesehatan, bahkan memperpanjang usia.
Temuan ini datang dari studi berskala besar yang dilakukan oleh tim peneliti dari Vanderbilt University dan dipublikasikan dalam American Journal of Preventive Medicine.
Baca Juga:
Jalan Kaki di Tanjakan, Kunci Sehatkan Jantung dan Perkuat Paru-paru
Pada Selasa (5/8/2025), studi yang melibatkan hampir 80.000 orang dewasa di Amerika Serikat selama periode rata-rata 17 tahun tersebut menunjukkan bahwa berjalan cepat secara konsisten berkaitan dengan penurunan risiko kematian, terutama yang disebabkan oleh penyakit jantung.
“Jalan cepat meskipun hanya 15 menit sehari dikaitkan dengan penurunan hampir 20 persen pada risiko kematian total, sementara penurunan yang lebih kecil ditemukan pada mereka yang berjalan lambat lebih dari tiga jam per hari,” ujar Dr. Wei Zheng, ahli epidemiologi dari Vanderbilt University.
Para peneliti membedakan antara jalan santai seperti saat menggandeng anjing peliharaan dengan jalan cepat yang menyerupai intensitas sedang hingga tinggi seperti naik tangga atau sebagai bagian dari rutinitas olahraga.
Baca Juga:
Jangan Anggap Sepele, Ini 7 Manfaat Jalan Kaki bagi Kesehatan Tubuh
Aktivitas berjalan cepat disebutkan mendorong jantung bekerja lebih optimal, memperkuat sistem kardiovaskular, dan membantu pembakaran kalori yang penting dalam menjaga berat badan ideal.
Efek positif jalan cepat ini tetap terlihat konsisten bahkan setelah mempertimbangkan berbagai faktor gaya hidup lain seperti pola makan, status ekonomi, hingga aktivitas fisik lainnya.
Tim dari Vanderbilt University juga melakukan sejumlah analisis lanjutan untuk memastikan bahwa temuan tersebut kuat dan dapat diandalkan.
Yang membuat studi ini menonjol adalah partisipasi kelompok masyarakat yang selama ini jarang dilibatkan dalam riset serupa, yakni individu dari latar belakang ekonomi rendah dan komunitas kulit hitam, yang cenderung tinggal di area dengan akses terbatas terhadap ruang berjalan kaki yang aman.
“Meski manfaat jalan kaki sudah banyak diketahui, hanya sedikit penelitian yang meneliti dampak kecepatan jalan terhadap kematian, terutama pada populasi Afrika-Amerika dan kelompok berpenghasilan rendah,” ungkap Zheng.
Dr. Lili Liu, sesama peneliti epidemiologi dari universitas yang sama, menambahkan bahwa temuan ini harus mendorong perubahan pendekatan dalam kebijakan kesehatan masyarakat.
“Program kesehatan masyarakat dan inisiatif berbasis komunitas dapat menekankan pentingnya berjalan cepat, sekaligus menyediakan sarana dan dukungan agar kebiasaan ini dapat dijalankan oleh semua kelompok masyarakat,” kata Liu.
Penelitian ini memperkuat argumen bahwa langkah kecil yang dilakukan secara rutin bisa membawa perubahan besar bagi kesehatan jangka panjang, terutama di kalangan yang paling rentan terhadap risiko kematian dini.
[Redaktur: Rinrin Khaltarina]