WahanaNews.co | Polusi udara di kawasan Jakarta, Depok, Bogor, Tangerang, dan Bekasi sedang tingi. Merujuk pada indeks standar pencemar udara (ISPU), kategori kualitas udara tak sehat memiliki rentang nilai 1 - 50.
Sementara bila tak mengandalkan alat melainkan pandangan mata, kualitas udara di lokasi dikatakan tidak sehat jika jarak pandang hanya sejauh 2,5 km. Kualitas udara di suatu kawasan bisa dikatakan sangat tidak sehat bila jarak pandang seseorang hanya sekitar 1,5 - 2,4 km.
Baca Juga:
Resmi Dilantik, IDI Cabang Sikka Periode 2024-2027 Dipimpin Dokter Tedi, Berikut Susunan Kepengurusannya.!!
Guru Besar dalam Bidang Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) Prof. Dr. dr. Agus Dwi Susanto, SpP(K) mengatakan ibu hamil dan anak-anak rentan terdampak polusi udara.
"Ibu hamil, anak-anak, orang tua, dan pekerja luar ruangan adalah empat populasi yang berisiko (terdampak polusi udara)," ujar Agus Dwi Susanto, Jumat (25/8/2023).
Menurut dia, dampak kesehatan yang bisa muncul akibat polusi udara, ada yang sifatnya akut (beberapa jam hingga beberapa hari), maupun sifatnya kronik (bisa beberapa bulan hingga tahunan).
Baca Juga:
Pjs. Bupati Labuhanbatu Utara Hadiri Peringatan HUT IDI ke-74
Agus Dwi Susanto menjelaskan polusi udara mengandung gas dan partikel.
Lebih lanjut dikatakannya, Particulate Matter (PM2.5) berbahaya bagi tubuh karena bisa masuk ke dalam paru-paru.
PM2.5 yang ditemukan dalam polutan adalah partikel udara yang berukuran lebih kecil atau sama dengan 2,5 mikrometer.
"Partikel-partikel halus yang namanya particulate matter yang terkandung dalam polutan ukurannya sangat kecil sekali dan ini bila masuk ke dalam paru dapat menimbulkan berbagai keluhan," jelasnya.
Menurut dr. Agus, komponen-komponen gas dan partikel yang dihirup dapat mengakibatkan dampak akut, seperti terjadi iritasi, yang kemudian berlanjut menjadi peradangan, yang selanjutnya menyebabkan berbagai penyakit seperti infeksi saluran pernapasan akut (ISPA), kemudian terjadi serangan asma, dan penyakit paru obstruktif kronis (PPOK).
Dikatakannya, masalah kesehatan ini bisa muncul jika seseorang menghirup partikel dan gas tersebut secara terus menerus, sehingga sifatnya akumulasi.
"Jadi kalau tiap hari kita hirup (polusi udara) kemudian mengakibatkan masalah kesehatan," jelas dr. Agus.
Pakar imunologi dari Universitas Indonesia Prof Dr dr Bambang Supriyanto, SpA (K) menyebut mengenakan masker bisa menjadi solusi mengurangi dampak buruk polusi udara pada kesehatan.
Idealnya saat menghadapi polusi udara, orang-orang perlu mengenakan masker dengan kemampuan filtrasi atau penyaring particulate matter (PM) 2.5, yakni indikator dalam polusi udara, seperti N95, KN95, KF94.
Hanya saja, masker jenis ini tidak diizinkan pada populasi sensitif, seperti wanita hamil, anak-anak, orang tua dan mereka dengan penyakit tertentu karena membuat lebih pengap akibat masker sangat ketat.
Selain masker, dia juga menyarankan masyarakat tidak merokok, menghindari bepergian ke daerah polusi tinggi, banyak minum air, tidak membakar sampah, tidak melakukan aktivitas fisik berlebihan dan konsumsi makanan sehat bergizi seimbang.
Berbicara dampak polusi, Bambang menyebutkan seperti infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) atas karena merusak mukosa saluran nafas sehingga memudahkan virus dan bakteri masuk, ISPA bawah atau pneumonia, TBC, asma, dan pada jangka panjang bisa menurunkan fungsi paru.
"Untuk jangka panjang, fungsi paru bisa menurun sehingga tidak bisa maksimal menghirup oksigen, siap-siap penyakit kronis bisa timbul. Pada anak yang asma menjadi lebih berat. Pada bayi, akan kurus atau kecil berat lahir, bisa prematur," tutupnya.
[Redaktur: Zahara Sitio]