WAHANANEWS.CO, Jakarta - Insomnia kronis terbukti berdampak negatif terhadap kesehatan otak, mempercepat penurunan fungsi kognitif dan daya ingat.
Kondisi ini turut meningkatkan risiko gangguan kognitif ringan hingga demensia.
Baca Juga:
Ancaman Tak Terlihat: Gawai dan Krisis Perilaku di Tengah Keluarga
Insomnia kronis merupakan gangguan tidur yang terjadi secara terus-menerus, di mana seseorang mengalami kesulitan untuk tertidur atau tetap tertidur.
Kondisi ini ditandai dengan kualitas tidur yang buruk setidaknya tiga kali dalam seminggu selama tiga bulan atau lebih.
Mengutip dari sejumlah sumber, sebuah studi terkini yang diterbitkan dalam jurnal Neurology menganalisis data dari lebih dari 2.500 orang lanjut usia dengan fungsi kognitif yang masih sehat. Rata-rata usia peserta adalah 70 tahun.
Baca Juga:
Selandia Baru Ajukan RUU Larangan Media Sosial untuk Anak di Bawah 16 Tahun
Dari jumlah tersebut, sekitar 16 persen di antaranya dilaporkan mengalami insomnia kronis.
Selama periode penelitian, sekitar 14 persen dari kelompok penderita insomnia kronis mengalami gangguan kognitif ringan atau bahkan demensia.
Sementara itu, hanya 10 persen dari kelompok tanpa gangguan tidur yang menunjukkan gejala serupa.
Ketika mempertimbangkan faktor risiko lain, peneliti menemukan bahwa orang dengan insomnia kronis memiliki kemungkinan 40 persen lebih besar mengalami penurunan fungsi kognitif.
Temuan ini setara dengan penuaan otak yang terjadi 3,5 tahun lebih awal dibandingkan mereka yang tidak mengalami insomnia.
"Insomnia tidak hanya memengaruhi perasaan Anda keesokan harinya. Tapi juga kesehatan otak," ujar Diego Carvalho, ahli saraf dari Mayo Clinic seperti dilaporkan RRI, Minggu (14/9/2025).
Lebih lanjut, Carvalho mengungkapkan bahwa insomnia yang berlangsung dalam jangka panjang bisa menjadi sinyal awal atau bahkan penyebab penurunan fungsi kognitif.
Ia mengatakan, hasil tes kemampuan berpikir menunjukkan penurunan yang lebih cepat pada kelompok ini.
Peserta yang melaporkan tidur lebih sedikit dalam dua minggu terakhir penelitian juga mencatat skor tes kognitif yang lebih rendah sejak awal studi.
Efeknya, kondisi otak mereka setara dengan usia empat tahun lebih tua.
Penelitian ini juga menemukan bahwa individu dengan insomnia kronis memiliki lebih banyak tumpukan plak amiloid protein yang dikaitkan dengan penyakit Alzheimer.
Selain itu, terdapat kerusakan jaringan otak yang terkait dengan gangguan pada pembuluh darah kecil.
“Hasil penelitian kami menunjukkan insomnia memengaruhi otak dengan berbagai cara. Tidak hanya soal plak amiloid, tetapi juga kesehatan pembuluh darah kecil,” kata Carvalho.
Menurut Carvalho, penting untuk menangani insomnia kronis secara serius.
Tujuannya bukan hanya untuk memperbaiki tidur malam, melainkan juga untuk menjaga ketahanan otak terhadap penuaan.
Peneliti juga menemukan bahwa peserta yang memiliki durasi tidur lebih lama dari biasanya menunjukkan tingkat kerusakan otak yang lebih rendah.
Hal ini memperkuat anggapan bahwa tidur cukup dapat memberikan perlindungan terhadap otak.
Meskipun penelitian ini memiliki batasan, terutama terkait pengukuran tingkat keparahan gejala insomnia, para peneliti menekankan satu pesan penting: jaga kualitas tidur, dan bila mengalami gangguan, jangan ragu untuk berkonsultasi dengan ahli.
[Redaktur: Ajat Sudrajat]