WahanaNews.co | Wabah cacar monyet (monkeypox) meluas di dunia, jauh melewati batas negara-negara endemik penyakit ini di Afrika Tengah.
Sejak awal Mei 2022 telah lebih dari 3 ribu kasus infeksi virus monkeypox ini yang dilaporkan di lebih dari 50 negara dari lima wilayah kerja WHO.
Baca Juga:
Berikut Tips Pencegahan Cacar Monyet Agar Tidak Tertular
Per 20 Juli lalu, jumlahnya sudah sebanyak 14.533 kasus dari total 75 negara di seluruh enam wilayah. WHO, lewat keputusan Direktur Jenderalnya, Tedros Adhanom Ghebreyesus menetapkan status Public Health Emergency of International Concern atas wabah cacar monyet pada Sabtu 23 Juli 2022.
Uniknya juga, banyak orang yang terinfeksi dalam wabah yang sekarang mengalami hanya satu ruam atau bintil atau luka dalam mulut atau pada area alat kelamin mereka.
Ini berbeda dari kemunculan banyak bintil dan luka di wajah, badan dan kelenjar getah bening yang utama yang biasanya dikenal dari penyakit ini.
Baca Juga:
Kasus Cacar Monyet di Jakarta Barat Bertambah Jadi 10 Orang
Selama ini pula penyebaran virusnya dipahami terjadi lewat droplet dari saluran pernapasan, kontak dekat atau lagsung dengan luka pada kulit, dan kemungkinan melalui kutu yang sudah terkontaminasi.
Belum pernah ada bukti penularan seksual melalui cairan seminal ataui vaginal.
Gejala umum yang baru, yang hanya bintil tunggal, yang bisa membuat dokter salah diagnosis infeksi virus monkeypox sebagai penyakit menular seksual, terungkap lewat studi internasional terbesar yang pernah dilakukan terhadap penyebaran cacar monyet di dunia.
Hasil studi dimuat dalam New England Journal of Medicine edisi 21 Juli 2022.
Rangkaian studi kasus global ini memampukan para dokter dari 16 negara untuk berbagi pengalaman klinis ekstensif mereka, juga banyak foto-foto klinis, untuk menolong para dokter yang lain di lokasi-lokasi dengan jumlah kasus cacar monyet lebih sedikit.
"Kami memperlihatkan kebutuhan memperluas definisi cacar monyet dengan menambahkan gejala yang belum dimasukkan saat ini, seperti sakit dalam mulut, pada kelenjar anal dan hanya satu bintil," kata Chloe Orkin dari Queen Mary University of London, Inggris, satu di antara tim studi tersebut.
Studi meliputi di dalamnya observasi klinis dari 528 kasus positif cacar monyet di 43 lokasi di 16 negara dari 27 April sampai 24 Juni pada tahun ini.
Masa inkubasi mediannya adalah 7 hari, dan usia median dari para pasiennya 38 tahun. Tidak ada angka kematian tapi 70 pasien, atau 13 persennya, membutuhkan perawatan di rumah sakit.
Studi mengungkap kalau banyak pasien datang ke klinik atau rumah sakit untuk keluhan sakit atau sulit menelan. Bintil tunggal di anal dicatat dalam beberapa kasus.
Satu dari 10 orang emiliki satu luka pada kulit di area genital, dan 15 persen memiliki luka anal dan/atau rektal, sebuah gejala yang tidak biasanya terlihat di kemunculan wabah monkeypox sebelumnya.
Laki-laki, 38 tahun, asal Nigeria, positif menderita penyakit monkeypox.
Total 98 persen dari kasus-kasusnya dicatat dari antara pria gay atau biseksual, dan sementara monkeypox aslinya bukanlah penyakit yang menular lewat seks, para penulis hasil studi itu menyatakan 95 persen penularan terjadi mengikuti hubungan seksual yang dijalin para pria itu. Sebanyak 75 persen dari pasien adalah berkulit putih, dan 41 persen positif HIV.
Hasil studi juga melaporkan kalau sampel cairan sperma yang dikumpulkan menunjukkan mengandung sejumlah besar virus cacar monyet.
Tapi, mereka mengatakan butuh riset lebih jauh untuk memastikan apakah semen memang bisa menularkan virus itu.
Gejala bervariasi menurut praktik hubungan seksual. Dalam studi yang kedua, terbit dalam versi preprint di Lancet, kesimpulan senada dibuat berdasarkan data medis dari 181 kasus cacar monyet di Spanyol.
Dalam grup ini, sebanyak 91,7 persen pasien adalah pria yang berhubungan seks dengan sesama pria, dan riwayat seksual detailnya menunjukkan kalau mereka yang melakukan hubungan anal memiliki periode inkubasi lebih panjang (8 versus 6 hari).
Para pria yang melakukan hubungan anal itu juga tercatat mengalami gejala sistemik cacar monyet yang lebih tinggi sebelum bintil muncul (62,0 versus 27,6 persen) dan lebih banyak yang disertai proctitis atau radang pada lapisan rektum (32,9 versus 6,9 persen).
"Karena variabilitas dari keluhan yang datang, para dokter seharusnya memiliki kecurigaan yang lebih tinggi dari penyakit ini," kata para penulis hasil studi itu. [rin]