WAHANANEWS.CO - Peserta BPJS Kesehatan kini bisa menikmati layanan lebih tinggi dari hak kelas JKN yang dimiliki, baik dengan naik kelas rawat inap maupun menggunakan layanan poli eksekutif di rumah sakit.							
						
							
							
								Namun, setiap peningkatan layanan itu harus disertai pembayaran tambahan berupa selisih biaya sesuai aturan terbaru dalam Permenkes No. 3/2023 dan Perpres No. 82/2018 juncto Perpres No. 59/2024.							
						
							
								
									
									
										Baca Juga:
										Pemerintah Siapkan Rp20 Triliun untuk Hapus Tunggakan BPJS Kesehatan
									
									
										
											
										
									
								
							
							
								Minggu (3/11/2025) — Mekanisme naik kelas ini memungkinkan peserta untuk berpindah dari kelas 2 ke kelas 1, bahkan ke ruang VIP atau VVIP, dengan menanggung selisih tarif antara kelas yang menjadi hak peserta dengan kelas yang diinginkan.							
						
							
							
								Hal ini juga berlaku bagi peserta yang memilih poli eksekutif untuk layanan rawat jalan.							
						
							
							
								Selisih biaya dihitung dari perbedaan tarif INA-CBG yang ditanggung BPJS Kesehatan dengan tarif layanan aktual yang digunakan peserta.							
						
							
								
									
									
										Baca Juga:
										23 Juta Peserta Menunggak, BPJS Kesehatan Tumpuk Utang Rp10 Triliun
									
									
										
									
								
							
							
								Rumah sakit wajib memberi tahu nominal selisih biaya kepada peserta atau keluarganya sebelum pelayanan diberikan.							
						
							
							
								Peserta BPJS boleh menggunakan mekanisme selisih biaya untuk menaikkan perawatan di fasilitas kesehatan rujukan tingkat lanjutan (FKRTL), baik untuk rawat inap maupun poli eksekutif, asalkan seluruh biaya tambahan dibayar sesuai ketentuan. Pembayaran selisih dilakukan setiap kali kunjungan atau perawatan.							
						
							
							
								Untuk layanan rawat jalan eksekutif, tarif maksimal yang boleh dikenakan kepada peserta adalah Rp 400.000 per kunjungan.							
						
							
								
							
							
								Bila peserta naik dari kelas 2 ke kelas 1, maka wajib membayar selisih tarif INA-CBG antara dua kelas tersebut. Jika naik dari kelas 1 ke kelas VIP atau VVIP, peserta harus menanggung biaya tambahan paling banyak 75% dari tarif INA-CBG kelas 1. Sementara, peserta yang naik langsung dari kelas 2 ke VIP atau lebih tinggi akan dikenai selisih biaya antara kelas 2 dan kelas 1 ditambah maksimal 75% dari tarif INA-CBG kelas 1.							
						
							
							
								Sebagai catatan, layanan poli eksekutif hanya dapat digunakan di rumah sakit yang telah bekerja sama dengan BPJS Kesehatan.							
						
							
							
								Contohnya, untuk pasien dengan diagnosis demam berdarah, jika tarif INA-CBG kelas 2 sebesar Rp 5 juta dan kelas 1 Rp 6 juta, maka naik kelas dari 2 ke 1 berarti peserta membayar Rp 1 juta.							
						
							
								
							
							
								Sementara untuk naik dari kelas 1 ke VIP dengan tarif Rp 10 juta, selisih maksimal yang dibayar bisa mencapai Rp 4,5 juta.							
						
							
							
								Jika peserta naik dari kelas 2 langsung ke VIP, maka total selisih maksimalnya menjadi Rp 5,5 juta. Dalam contoh kasus ini, peserta atau pemberi kerja membayar Rp 5 juta sesuai tarif VIP di rumah sakit tersebut.							
						
							
							
								Bagi peserta kelas 3, aturan tidak memperbolehkan naik kelas. Jika tetap ingin naik, maka statusnya berubah menjadi pasien umum, bukan lagi peserta BPJS.							
						
							
								
							
							
								Pihak yang bisa menanggung selisih biaya antara lain peserta sendiri, pemberi kerja, asuransi kesehatan tambahan, atau pihak lain yang ditunjuk.							
						
							
							
								Tagihan selisih biaya wajib diterbitkan rumah sakit dalam satu tagihan terpadu dan disampaikan kepada peserta sebelum perawatan dimulai.							
						
							
							
								Dengan aturan baru ini, peserta BPJS Kesehatan diharapkan lebih paham soal hak kelas dan kewajiban biaya tambahan sebelum memutuskan untuk naik kelas layanan kesehatan.							
						
							
								
							
							
								[Redaktur: Rinrin Khaltarina]