Melansir Live Science (26/10/2020), para peneliti melakukan
eksperimen yang dilakukan di laboratorium, menggunakan sel manusia yang
dikultur dalam larutan. Jadi, pada penelitian ini, para penelit tidak menguji
langsung pada orang-orang, bagaimana efek penggunaan produk seperti obat kumur
pada virus corona.
Baca Juga:
Banyak Warga Israel Masuk RS, Ini Fakta-fakta Serangan Virus Mematikan West Nile
Selain itu, perlu dicatat bahwa para ilmuwan dalam
penelitian ini menggunakan bentuk virus corona yang disebut HCoV ? 229e - bukan
SARS-CoV �" 2, yang merupakan virus corona spesifik penyebab Covid-19.
Namun menurut peneliti, kedua virus tersebut secara genetik
serupa, sehingga hasil eksperimen diharapkan sama. Sementara itu, otoritas
kesehatan masih berusaha untuk menghilangkan kesalahpahaman terkait pertahanan
virus corona.
Banyak ilmuwan yang menyerukan agar ada lebih banyak
penelitian yang menyelidiki, bagaimana produk seperti obat kumur dapat
berinteraksi dengan dan menonaktifkan SARS-CoV-2, karena adanya bahan kimia
yang diketahui mengganggu selaput virus.
Baca Juga:
Demam Lassa Menyebabkan 156 Kematian di Nigeria dalam Empat Bulan Terakhir
Untuk memeriksa hal ini, tim dari Penn State University
mengekspos sel hati manusia dalam kultur dengan larutan campuran yang
mengandung HCoV-229e, baik itu pada obat kumur, semprotan hidung, atau sampo
bayi yang diencerkan hingga 1 persen.
Hasil pengujian mengungkap, bahwa semua produk tersebut
efektif dalam menonaktifkan virus, meskipun tingkat efektivitasnya bervariasi
di antara setiap produk, dan tergantung pada berapa lama produk tersebut
bersentuhan dengan virus.
"Dengan waktu kontak 1 hingga 2 menit, larutan sampo
bayi 1 persen mampu menonaktifkan lebih dari 99 persen hingga 99,9 persen virus
atau lebih," tulis para peneliti dalam makalah mereka.
Di antara larutan oral, banyak produk yang diuji tampak
mampu menonaktifkan 99,99 persen virus setelah 30 detik, dan ketika waktu
inkubasi bertambah lama dari itu (1 hingga 2 menit), para peneliti tidak dapat
mendeteksi virus menular yang tersisa di dalam sel.
Temuan yang telah
dilaporkan dalam Journal of Medical Virology ini, mendukung penelitian
sebelumnya dari Jerman yang diterbitkan pada Juli lalu, yang juga menyatakan
paparan obat kumur dapat secara signifikan mengurangi lonjakan jumlah virus
corona.
Sebagai catatan, bahwa penelitian di Jerman menggunakan
SARS-CoV-2 dalam percobaan, yang serupa dengan penelitian Penn State. Meski
demikian, tak satu pun dari studi tersebut membuat peneliti yakin akan
mendapatkan hasil yang sama jika pengujian dilakukan langsung pada manusia.
Ilmuwan Jelaskan "Ada banyak hal yang tidak kami ketahui
tentang bagaimana produk seperti obat kumur dapat berfungsi dalam skenario
dunia nyata," kata ahli mikrobiologi Craig Meyers, penulis pertama studi
tersebut.
Namun, mengingat hasil positif yang didapatkan dalam
eksperimen seperti ini - dan mengingat betapa sedikit pertahanan yang dimiliki
saat ini terhadap virus corona - di luar protokol kesehatan seperti menjaga
jarak secara fisik, mencuci tangan, dan memakai masker - para peneliti
mengatakan harus melakukan penelitian lebih lanjut, dengan mengamati uji klinis
untuk mengevaluasi apakah produk seperti obat kumur benar-benar dapat
mengurangi viral load pada pasien positif Covid-19.
"Uji klinis diperlukan untuk menentukan apakah produk
ini dapat mengurangi jumlah pasien positif virus corona atau melindungi mereka
dengan pekerjaan berisiko tinggi yang dapat dengan mudah terinfeksi saat
berbicara, batuk, atau bersin," ujar Meyers.
"Bahkan jika penggunaan obat kumur dapat mengurangi
transmisi hingga 50 persen, itu tentu akan berdampak besar."