WahanaNews.co | Kepolisian RI telah melakukan penyitaan terhadap bahan baki Propilen Glikol (PG) dari tiga korporasi terkait dengan kasus gagal ginjal anak.
"Bahan baku PG milik ketiga korporasi tersebut sudah dilakukan uji lab terhadap hasil uji lab yang positif sudah dilakukan penyitaan sedangkan terhadap hasil uji lab yang negatif dibuat data-datanya," kata Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Ahmad Ramadhan kepada awak media, Jakarta, Senin (9/1/2023).
Baca Juga:
Pemkab Dairi Siap Dukung Gugus Tugas Polri Sukseskan Ketahanan Pangan
Adapun, kata Ramadhan, ketiga korporasi itu adalah, PT TBK, PT APG dan PT FJP. Menurutnya, perusahaan itu merupakan distributor bahan baku bukan penjual obat.
"Jadi dan sebutan mereka adalah pedagang besar farmasi," ujar Ramadhan.
Di sisi lain, Ramadhan menyebut sejauh ini BPOM adalah pihak yang bertanggung jawab untuk melakukan pengecekan dan inspeksi terhadap para pedagang besar farmasi.
Baca Juga:
Perang Melawan Narkoba: Polda Sumut Ungkap 32 Kasus dan Sita 201 Kg Sabu, 272 Kg Ganja serta 40.000 butir Ekstasi
"Perlu disampaikan juga bahwa pencarian terhadap dua tersangka CV SC masih terus dilakukan," ucap Ramadhan.
Untuk diketahui, Bareskrim Polri menetapkan pemilik CV Samudra Chemical berinisial E sebagai tersangka dalam kasus gagal ginjal akut terhadap anak-anak.
Selain itu, Bareskrim Polri juga telah menetapkan dua korporasi sebagai tersangka kasus gagal ginjal akut. Kedua korporasi tersebut yakni PT Afi Farma dan CV Samudera Chemical.
Dalam hal ini, kedua korporasi itu diduga melakukan tindak pidana memproduksi obat atau mengedarkan sediaan farmasi yang tidak memenuhi standar dan atau persyaratan keamanan, khasiat/kemanfaatan dan mutu.
Untuk PT. A selaku korporasi disangkakan Pasal 196 Jo Pasal 98 ayat (2) dan ayat (3) Jo Pasal 201 ayat (1) dan/atau ayat (2) Undang-Undang RI No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, dan Pasal 62 ayat (1) Jo Pasal 8 ayat (3) Undang-Undang RI No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dengan ancaman hukuman 10 tahun penjara dan denda paling banyak Rp 2 miliar.
Sementara untuk CV. SC disangkakan Pasal 196 Jo Pasal 98 ayat (2) dan ayat (3) dan/atau Pasal 60 angka 4 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja Perubahan Atas Pasal 197 Jo Pasal 106 Jo Pasal 201 ayat (1) dan/atau ayat (2) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dan Pasal 62 Jo Pasal 8 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen Jo pasal 55 dan/atau pasal 56 KUHP dengan ancaman 15 tahun penjara dan denda maksimal Rp2 miliar.
[sdy]