WahanaNews.co | Dewan Pakar Ikatan Apoteker Indonesia Keri Lestari menduga cemaran zat terlarang pada obat sirop bisa terjadi karena proses kontrol kualitas (quality control) bahan baku obat di pabrik yang tidak berjalan baik.
"Potensi pencemaran pada saat QC (quality control) untuk bahan baku. Jadi ada food grade dan pharmaceutical grade, setiap bahan baku ada sertifikat analisis yang biasa disebutkan bahwa ada etilen glikol dan dietilen glikol dengan angkanya 0,1 persen berarti lolos dan kemudian di pabrik diverifikasi lagi," katanya dalam diskusi daring "Misteri Gagal Ginjal Akut", Sabtu (22/10).
Baca Juga:
Kemenkes Laporkan Kematian Ginjal Akut di RI Tembus 200 Orang
Keri menjelaskan etilen glikol(EG) dan dietilen glikol (DEG) merupakan zat pelarut yang biasanya ada di propylene glycol dan glycerin dengan ambang batas penggunaan 0,1 persen dan di polyethylene glycol dengan ambang batas tidak boleh melebihi 0,20 persen.
Dia menerangkan ketika pabrik obat mengajukan izin edar ke BPOM, maka badan itu akan memeriksa mulai dari tahap awal sarana produksi yang kemudian disertifikasi, memastikan quality insurance dan bahan baku pembuatan obat tidak tercampur EG dan DEG, hingga ke produk akhir produk.
Keri mengaku belum bisa menyimpulkan apakah terjadi kecurangan pada penyediaan bahan baku obat sirop, karena BPOM masih memeriksa lebih lanjut mengenai dugaan tersebut.
Baca Juga:
Tanggapi Penggugat BPOM ke PTUN, Penny: Mereka Tidak Paham
Namun, ia menyatakan kemungkinan terjadinya kerusakan pada obat akibat proses penyimpanan yang tidak tepat sangat kecil terjadi, karena obat hanya bisa rusak jika disimpan pada yang suhu yang sangat tinggi sekali atau rendah sekali.
"Itu yang sedang dievaluasi, apakah ada kelemahan QC di tempat sarana produksi atau ada hal-hal lain dari prosesnya. Ini di pabrik masing-masing saat ini sedang dilakukan pemeriksaan mandiri dan di-review oleh BPOM," ucapnya.
Lebih lanjut ia mengimbau masyarakat untuk mengutamakan membeli obat di fasilitas kesehatan yang disertai. dengan resep dokter dan tidak sembarangan membeli obat di warung. Selain itu, ia juga menyarankan penerapan terapi non farmakologi untuk mengobati demam.
"Ada 2 terapi di farmasi, farmakologi menggunakan obat dan non farmakologi melalui nutrisi dan cara lain seperti obat," ucapnya. [afs]