WAHANANEWS.CO, Jakarta - Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) menyoroti meningkatnya fenomena gejala psikosomatis pada remaja.
Kondisi ini ditandai dengan munculnya keluhan fisik meski hasil pemeriksaan medis menunjukkan kondisi normal.
Baca Juga:
Dokter Indonesia Harus Jadi Tuan Rumah di Negeri Sendiri
Situasi tersebut kerap membuat tenaga kesehatan kesulitan dalam menentukan langkah penanganan.
Anggota Satgas Remaja IDAI, Braghmandita Widya Indraswari, menjelaskan bahwa gejala psikosomatis bisa muncul dari berbagai faktor non-medis.
"Kadang hasil pemeriksaan baik, tapi keluhan tetap ada," ujarnya dalam seminar daring Kesehatan Mental Pada Remaja yang digelar IDAI, Selasa (19/8/2025).
Baca Juga:
Masyarakat Diminta Waspada Peredaran Jajanan China Ilegal Berbahaya
Lebih lanjut, Andita menyebut masalah tersebut sering berakar dari faktor psikososial, seperti pengalaman perundungan di sekolah, konflik dalam keluarga, atau tekanan akademik yang berlebihan.
Kondisi mental yang menurun dapat memicu berbagai keluhan fisik, mulai dari nyeri dada, sakit kepala, hingga sesak napas.
"Anak bisa menyampaikan stres dalam bentuk keluhan fisik. Hal ini disebut sebagai gejala psikosomatis,” jelasnya.
Ia menambahkan, remaja sering kali tidak langsung terbuka saat berkonsultasi dengan dokter.
Proses menggali riwayat psikososial pasien pun membutuhkan waktu, kesabaran, serta pendekatan yang tepat.
Dalam paparannya, Andita menjelaskan bahwa tatalaksana pengobatan psikosomatis bergantung pada diagnosis serta tingkat keparahan gejala.
Terapi suportif seperti Cognitive Behavior Therapy (CBT) bisa menjadi pilihan awal untuk membantu pasien mengelola stres dan kecemasan.
"Jika diperlukan, pasien dapat dirujuk ke subspesialis sesuai masalah yang dihadapi. Namun dukungan keluarga tetap menjadi kunci paling awal pemulihan kondisi mental remaja,” ucap Andita.
IDAI menekankan pentingnya peran orang tua, sekolah, serta lingkungan sosial dalam menciptakan ruang aman bagi remaja agar lebih leluasa mengungkapkan perasaan mereka.
Pendekatan komprehensif ini dinilai mampu membantu menekan risiko masalah kesehatan mental yang dapat berdampak panjang pada tumbuh kembang generasi muda.
[Redaktur: Ajat Sudrajat]