WahanaNews.co | Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kabupaten Sumbawa, Nusa Tenggara Barat (NTB) tersandung kasus dugaan korupsi.
Penyidik kejaksaan pun secara marathon memeriksa sejumlah rekanan pelaksana proyek pengadaan barang dan jasa yang bersumber dari dana Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) pada Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kabupaten Sumbawa, Nusa Tenggara Barat.
Baca Juga:
Lokasi Tambang Emas Ilegal di Sekotong-NTB Dikelola TKA Ditutup KPK
Kepala Seksi Intelijen Kejaksaan Negeri (Kejari) Sumbawa Anak Agung Putu Juliartana dalam keterangan diterima di Sumbawa, mengatakan pemeriksaan secara maraton tersebut berlangsung sejak Selasa 20 Juni.
"Jadi, dari Selasa kemarin sampai hari ini masih berlangsung pemeriksaan sejumlah rekanan. Ini berlangsung sampai beberapa hari ke depan," kata Agung, Kamis (22/6/2023).
Penyidik melakukan pemeriksaan secara maraton terhadap sejumlah rekanan pelaksana proyek untuk menelusuri dugaan tindak pidana korupsi suap dan gratifikasi.
Baca Juga:
Kabar Gembira! Fasilitas Jetski Sportainment Segera Hadir di The Mandalika NTB
Dia pun tidak memungkiri bahwa rangkaian pemeriksaan rekanan pelaksana proyek ini akan menghabiskan banyak waktu, mengingat adanya 883 item pekerjaan yang diduga bermasalah.
"Semoga proses ini lancar, semua saksi hadir," katanya.
Oleh karena itu, Agung meyakinkan bahwa proses penyidikan ini belum menyentuh tahap penelusuran kerugian negara.
Untuk hal tersebut, Agung memastikan pihaknya masih harus berkoordinasi kembali dengan ahli audit kerugian negara. Dalam hal ini dari lembaga yang punya akreditasi dalam menghitung kerugian negara, salah satunya BPKP Perwakilan NTB.
"Jadi, penyidikan ini masih fokus ke pemeriksaan saksi-saksi," jelas dia.
Dalam penyidikan kasus ini, jaksa sebelumnya menemukan adanya dugaan penyelewengan dana BLUD tahun anggaran 2022 dari 883 item pekerjaan. Salah satunya, terkait pembayaran jasa pelayanan kesehatan (jaspelkes).
Khusus untuk jaspelkes dalam periode tiga bulan mulai Oktober sampai dengan Desember 2022 tercatat adanya tunggakan pembayaran sebesar Rp10,5 miliar.
Oleh karena itu, potensi kerugian negara yang sebelumnya telah disampaikan dengan nilai Rp1,6 miliar berpeluang naik.
[Redaktur: Zahara Sitio]