WAHANANEWS.CO, Jakarta - Dalam dunia serba cepat saat ini, masyarakat semakin akrab dengan hiburan yang dapat diakses secara instan.
Platform seperti TikTok, Instagram Reels, dan YouTube Shorts menyajikan video berdurasi kurang dari satu menit yang dikemas dengan visual menarik, membuat pengguna terus menggulir layar tanpa henti.
Baca Juga:
Papua Nugini Memanas, Polisi Blokir Facebook di Tengah Operasi Anti-Teror
Kebiasaan ini tidak lagi sekadar tren, melainkan sudah menjelma menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari.
Namun, di balik keseruannya, ada dampak yang mulai terasa, terutama menurunnya kemampuan fokus terutama di kalangan anak muda.
Salah satu gejala yang kini banyak diperbincangkan adalah brain fog.
Baca Juga:
Sosok Achmad Zaky Pendiri Platform Marketplace Bukalapak
Apa Itu Brain Fog?
Brain fog bukanlah istilah medis, tetapi digunakan untuk menggambarkan kondisi di mana seseorang merasa pikirannya tidak jernih, sulit berkonsentrasi, cepat lupa, dan lambat dalam merespons.
Misalnya, saat kamu membaca tapi tak bisa memahami isinya, atau saat bicara tiba-tiba kehilangan arah. Itulah potret umum dari brain fog.
Dopamin dan Pengaruh Video Pendek pada Otak
Setiap kali kita menonton video singkat yang menyenangkan atau mengejutkan, otak merespons dengan melepaskan dopamin zat kimia yang membuat kita merasa senang.
Karena dopamin ini dilepaskan berulang-ulang dalam waktu singkat, otak menjadi terbiasa pada stimulus cepat dan instan.
“Ketika otak terus-menerus dibanjiri dopamin dari konten-konten singkat, ia akan kesulitan untuk bertahan dalam aktivitas yang butuh konsentrasi panjang. Akibatnya, fokus jadi mudah buyar,” jelas seorang pakar psikologi kognitif.
Kondisi ini membuat seseorang cenderung merasa tidak sabar saat harus mengerjakan tugas-tugas yang menuntut perhatian penuh, seperti belajar atau menghadiri rapat.
Otak seperti terlatih hanya untuk fokus dalam jangka waktu pendek.
Rentang Konsentrasi yang Semakin Menyempit
Penelitian menunjukkan bahwa rentang perhatian manusia kini kian menyusut. Studi Microsoft tahun 2015 bahkan mengklaim bahwa rata-rata attention span manusia kini hanya delapan detik lebih pendek dibanding ikan mas.
Meskipun klaim tersebut sempat menuai perdebatan, kenyataan bahwa banyak orang kini mudah terdistraksi bukanlah hal yang bisa diabaikan.
Kebiasaan berpindah dari satu video ke video lain dalam hitungan detik membuat otak malas untuk memproses informasi yang lebih kompleks atau mendalam.
Dampaknya Terasa di Dunia Pendidikan dan Dunia Kerja
Kemampuan fokus yang menurun memberi efek nyata terhadap performa akademik maupun produktivitas kerja.
Pelajar dan mahasiswa banyak yang mengeluhkan kesulitan dalam menyerap materi, terutama saat membaca bacaan panjang atau menyelesaikan soal-soal analitis.
Hal serupa juga terjadi di dunia kerja. Karyawan kerap mengalami task switching atau kebiasaan berpindah tugas sebelum menyelesaikannya.
Akibatnya, produktivitas merosot dan kualitas pekerjaan menurun.
Digital Addiction dan Masalah Psikologis Lainnya
Lebih dari sekadar gangguan fokus, kebiasaan scrolling tanpa henti juga dapat menimbulkan ketergantungan digital. Banyak yang merasa cemas jika tidak membuka media sosial dalam waktu singkat.
Fenomena doomscrolling kebiasaan mengonsumsi konten terus-menerus tanpa arah jelas menjadi bentuk pelarian dari stres dan kebosanan.
Sayangnya, ini justru memperparah kondisi mental karena otak terus berada dalam kondisi overstimulasi. Akibatnya, kualitas tidur menurun, kecemasan meningkat, bahkan memicu gejala depresi ringan.
Kesadaran dan Langkah Perubahan
Penurunan fokus bukanlah masalah ringan. Ini merupakan dampak dari pola hidup digital yang kurang sehat. Untuk itu, penting bagi kita untuk mulai mengelola ulang interaksi dengan media sosial.
Menerapkan digital detox, membatasi notifikasi, dan mengalokasikan waktu khusus untuk hiburan digital bisa menjadi langkah awal.
Selain itu, kembalikan kemampuan otak untuk fokus dengan aktivitas seperti membaca, menulis jurnal, atau meditasi.
Dengan kesadaran dan latihan kecil namun konsisten, kita bisa kembali mengasah fokus dan menjadi lebih hadir dalam menjalani hidup.
[Redaktur: Ajat Sudrajat]