WahanaNewss.co, Yogyakarta - Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengungkap sederet praktik perundungan atau bullying terhadap peserta program pendidikan dokter spesialis (PPDS) di rumah sakit pendidikan.
Dia mengatakan berdasarkan temuannya, praktik ini meliputi suap hingga lepas tanggung jawab dan justru memasrahkannya kepada PPDS.
Baca Juga:
Pengurus TP PKK dan Kader PIK Dibekali Pengetahuan dan Informasi Pencegahan KDRT
"Saya sudah tahu kok, berapa harus bayarnya, mereka praktek seperti apa, yang kerja di rumah sakit pendidikan itu sebenarnya hanya dokter-dokter PPDS-nya aja yang lainnya nggak pernah kerja di sana," kata Budi di RSUP dr. Sardjito, Sleman, DIY, Rabu (28/8).
"Kalau misalnya di ruang operasi, PPDS-nya juga yang ngerjain, dokternya datangnya hanya lima menit pertama ditinggalkan, patient safety-nya jadi issue, ... praktik-praktik seperti itu kalau kita masuk mesti izin, kalau enggak, nggak boleh masuk rumah sakit," sambung Budi.
Budi meyakini kesewenang-wenangan itu adalah bentuk praktik perundungan atau bullying di kedokteran. Padahal, hal semacam ini sangat berpengaruh terhadap penurunan layanan kesehatan buat masyarakat.
Baca Juga:
16 Calon Dokter Kunjungi Bupati Morut
"Praktik-praktik seperti itu yang bermula dari bullying di rumah sakit itu banyak sekali," tegasnya.
Di sisi lain, Budi meyakini ada banyak cara untuk melatih ketahanan mental para calon dokter selain metode-metode yang berbau perundungan.
Dia turut menyayangkan sikap 'denial' yang ditunjukkan petinggi rumah sakit terkait temuan praktik perundungan ini. Padahal, komitmen memperbaiki kualitas pendidikan dokter semestinya dilakukan dari atas.
Isu perundungan pada peserta PPDS mengemuka usai geger kasus bunuh diri dokter Aulia Risma Lestari yang diduga dipicu aksi perundungan. Aulia adalah mahasiswi PPDS anestesi Universitas Diponegoro (Undip).
Berdasarkan hasil visum, Polrestabes Semarang menyatakan korban Aulia menyuntikkan obat penenang ke dalam tubuhnya. Korban dipastikan meninggal akibat overdosis obat Roculax, jenis obat anestesi peregang otot saat tindakan operasi.
Dalam kasus ini, polisi menemukan buku catatan harian Aulia yang mengungkapkan kesulitannya selama kuliah kedokteran. Ia pun menyinggung perlakuan senior-seniornya. Polisi mengaku belum menemukan bukti yang menjurus pada perundungan.
Sementara itu, Budi Gunadi justru menyebut bukti perundungan terhadap Aulia bisa dibuktikan dengan temuan sejumlah barang bukti berdasarkan hasil investigasi internal Kemenkes.
Bukti-bukti itu berupa tangkapan layar percakapan via WhatsApp, catatan dan beberapa rekaman yang tak ia rinci formatnya.
"Itu kan PPDS itu dipanggil, kemudian diarahkan, diintimidasi, harus begini-begini, kan kita udah dapet juga rekamannya, sudah gamblang," tegasnya.
Selain itu, Budi juga sudah mengantongi catatan harian milik Aulia, bukti percakapan WhatsApp dengan ibu, adik, tante, termasuk mendiang ayahnya.
Dari titik ini, Budi melihat perundungan terhadap Aulia sudah jelas terbukti. Hasil investigasi telah ia serahkan ke kepolisian. "Yang saya lihat sudah jelas sekali," sambungnya menegaskan.
[Redaktur: Alpredo Gultom]