WAHANANEWS.CO, Jakarta - Hasil studi Harbin Medical University dan Cranfield University menunjukkan adanya kaitan antara paparan polusi udara jangka panjang dengan peningkatan risiko depresi, yaitu kondisi kesehatan mental yang ditandai dengan perasaan sedih berkepanjangan serta kehilangan minat terhadap aktivitas yang sebelumnya dinikmati.
Menurut siaran Hindustan Times pada Senin (7/4/2025), penelitian baru yang diterbitkan dalam Environmental Science and Ecotechnology ini menunjukkan hubungan yang kuat antara paparan polusi udara jangka panjang dan risiko depresi yang lebih tinggi.
Baca Juga:
Polres Blitar Periksa Kejiwaan Siswa MTS yang Pukuli Temannya hingga Tewas
Penelitian ini melacak kondisi orang dewasa berusia di atas 45 tahun di Tiongkok selama tujuh tahun, dengan fokus pada bagaimana enam polutan udara dapat memengaruhi kesehatan mental.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sulfur dioksida (SO₂) merupakan polutan yang paling kuat hubungannya dengan peningkatan risiko depresi.
Karbon monoksida (CO) dan partikel halus (PM2.5) juga berperan dalam meningkatkan kemungkinan timbulnya masalah kesehatan mental.
Baca Juga:
Ayah David Ozora Ajukan Restitusi Korban Rp52 Miliar, LPSK Pantasnya Rp120,3 Miliar
Penelitian lebih lanjut menunjukkan bahwa paparan campuran polutan ini dapat secara signifikan meningkatkan risiko depresi.
Para peneliti menjelaskan bahwa polutan udara dapat memengaruhi sistem saraf pusat dengan memicu stres oksidatif dan peradangan.
Efek ini dapat terjadi melalui berbagai jalur, termasuk aliran darah, saraf trigeminal, atau bahkan neuron reseptor penciuman.