WAHANANEWS.CO, Jakarta - Kualitas udara di Jakarta kembali menjadi sorotan tajam di tengah meningkatnya ancaman kesehatan akibat polusi.
Pagi ini, Kamis (12/6/2025), Jakarta menempati posisi kedua sebagai kota dengan kualitas udara terburuk di dunia.
Baca Juga:
Pemandangan 360 Derajat Jakarta dari Lantai 106? Cuma di Sky Garden Thamrin Nine!
Berdasarkan data dari situs IQAir yang dipantau pada pukul 06.00 WIB, Indeks Kualitas Udara (AQI) Jakarta berada di angka 169.
Angka tersebut mencerminkan kategori “tidak sehat” dengan kadar partikel halus PM2.5 mencapai 80,5 mikrogram per meter kubik.
Kondisi ini membuat Jakarta hanya berada satu tingkat di bawah Bagdad, Irak yang mencatat AQI sebesar 175.
Baca Juga:
Blackpink Siap Guncang Jakarta: Konser Dua Hari Digelar di GBK November 2025
Sementara itu, posisi ketiga hingga kelima ditempati oleh Delhi (India), Kinshasa (Kongo), dan Addis Ababa (Etiopia).
Kualitas udara yang masuk kategori tidak sehat dapat membahayakan manusia, hewan, dan tanaman.
Menurut keterangan yang dilansir dari Antara, kondisi tersebut bisa merusak kesehatan kelompok rentan dan menurunkan nilai estetika lingkungan.
IQAir merekomendasikan warga Jakarta untuk menutup jendela, mengurangi aktivitas di luar rumah, dan menggunakan masker bila terpaksa keluar.
Jakarta sendiri memiliki 31 Stasiun Pemantau Kualitas Udara (SPKU) yang tersebar di berbagai wilayah.
Data yang dikumpulkan SPKU telah terintegrasi dengan lembaga-lembaga seperti BMKG, World Resources Institute (WRI) Indonesia, dan Vital Strategies, serta mengikuti standar nasional.
Kondisi polusi udara ini bukan yang pertama terjadi. Sehari sebelumnya, Rabu 11 Juni 2025, Jakarta menduduki posisi keenam kota dengan udara terburuk di dunia dengan indeks AQI sebesar 129 dan konsentrasi PM2.5 mencapai 48,2 mikrogram per meter kubik, angka yang juga masuk kategori tidak sehat untuk kelompok sensitif.
Yang lebih mengkhawatirkan, kadar PM2.5 di Jakarta saat ini tercatat hampir empat kali lipat dari batas aman menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yaitu 15 mikrogram per meter kubik.
Ini menunjukkan tingkat pencemaran yang sangat serius.
Ada beberapa faktor yang memperparah kondisi udara di Jakarta. Emisi kendaraan bermotor menjadi penyumbang utama. Tingginya volume lalu lintas menghasilkan karbon dan nitrogen oksida yang mencemari udara.
Industri juga menyumbang polutan signifikan, terutama dari pabrik-pabrik yang belum memiliki sistem pengendalian emisi memadai.
Selain itu, kebiasaan membakar sampah secara terbuka masih banyak ditemukan di berbagai lingkungan, turut menyebarkan racun ke atmosfer.
Minimnya ruang terbuka hijau juga memperburuk situasi.
Jakarta kekurangan vegetasi yang berfungsi sebagai penyerap alami polutan, sehingga kualitas udara pun tidak dapat dinetralisir secara alami.
Polusi udara yang parah membawa dampak kesehatan serius.
Penyakit pernapasan seperti asma, bronkitis, dan kanker paru-paru menjadi ancaman nyata. Bahkan, risiko penyakit jantung meningkat akibat paparan polutan jangka panjang.
Anak-anak, ibu hamil, lansia, serta penderita penyakit kronis adalah kelompok yang paling rentan terdampak.
Mereka membutuhkan perlindungan ekstra agar tidak terpapar partikel berbahaya di udara.
Dalam situasi ini, kolaborasi antara pemerintah dan masyarakat menjadi sangat penting.
Penggunaan masker saat keluar rumah, membatasi aktivitas luar ruangan, serta menerapkan pola hidup ramah lingkungan adalah langkah-langkah konkret yang bisa diambil untuk melindungi diri dan orang-orang tercinta dari bahaya polusi udara yang semakin mengintai.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]