WAHANANEWS.CO, Jakarta – Jumlah kasus kolera meningkat 5% pada 2024, dengan Afrika, Timur Tengah, dan Asia menjadi wilayah paling terdampak.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperingatkan bahwa wabah kolera kini semakin meluas, mencakup 60 negara pada 2024, naik dari 45 negara pada tahun sebelumnya.
Baca Juga:
WHO Soroti Ledakan Kasus Kolera di 31 Negara, Dorong Akses Air Bersih dan Vaksinasi
Menurut laporan WHO, situasi ini menimbulkan lonjakan angka kematian global hingga lebih dari 6.000 jiwa, naik 50% dibandingkan tahun 2023.
"Kolera adalah penyakit yang sepenuhnya bisa dicegah dan diobati, namun kita masih menyaksikan angka kematian yang meningkat tajam. Ini menunjukkan lemahnya akses terhadap air bersih, sanitasi, dan layanan kesehatan dasar," kata Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus dalam keterangannya, dikutip Senin (15/9/2025) melansir CNBC Indonesia.
WHO menyoroti bahwa 12 negara melaporkan lebih dari 10.000 kasus kolera tahun lalu, termasuk tujuh negara yang baru pertama kali menghadapi wabah besar. Bahkan, Komoro kembali mencatat kasus setelah lebih dari 15 tahun bebas kolera. Di Afrika, rasio kematian kasus naik menjadi 1,9% dari 1,4% pada 2023.
Baca Juga:
WHO Laporkan Wabah Kolera Memburuk Akibat Konflik dan Kemiskinan Global
Seperempat kematian akibat kolera terjadi di luar fasilitas kesehatan, mencerminkan lemahnya penjangkauan layanan.
"Krisis kolera saat ini dipicu oleh konflik, pengungsian massal, perubahan iklim, dan infrastruktur yang rapuh. Kombinasi ini menciptakan kesenjangan besar antara kebutuhan pencegahan dan kapasitas respons," tambah Tedros.
Meski upaya vaksinasi diperkuat dengan hadirnya vaksin oral baru Euvichol-S pada 2024, pasokan masih jauh dari kebutuhan. WHO mencatat permintaan mencapai 61 juta dosis tahun lalu, namun hanya 40 juta yang dapat digunakan untuk darurat di 16 negara.
Hingga awal 2025, sudah 31 negara melaporkan wabah kolera. WHO menegaskan risiko global tetap sangat tinggi jika tidak ada intervensi besar-besaran.
"Kolera mencerminkan ketidakadilan dalam sistem kesehatan global. Ribuan kematian ini sebenarnya bisa dicegah, tapi tanpa tindakan mendesak, angka ini akan terus bertambah," ujar Tedros.
[Redaktur: Alpredo Gultom]