WahanaNews.co | Tewasnya FR (42), tersangka pencuri kambing, usai dicokok tim gabungan Polda Lampung dan Polres Lampung Utara, dipertanyakan pihak keluarga.
Mereka curiga FR dianiaya berat hingga meninggal dunia.
Baca Juga:
OJK Lampung Catat Penyaluran Kredit UMKM Kuartal III-2024 Meningkat 14,42%
Keluarga memilih melapor ke Mabes Polri untuk mempertanyakan prosedur penangkapan hingga tindakan yang dilakukan polisi terhadap FR. Sebelumnya, FR ditangkap atas tuduhan pencurian kambing di Lampung.
Wahyudi, perwakilan keluarga sekaligus Wakil Ketua I DPRD Ogan Ilir, Sumatera Selatan, menyesalkan tindakan polisi yang dinilai bersikap sewenang-wenang terhadap FR. Tindakan polisi yang kasar berawal dari penangkapan hingga memulangkan jenazah FR tanpa didampingi.
"Mayat keluarga kami hanya dibawa oleh sopir ambulans, tidak ada satu pun polisi yang ikut, surat-surat penyerahan juga tidak ada," ungkap Wahyudi, Rabu (1/2).
Baca Juga:
Besok! Debat Pamungkas Pilgub Lampung Siap Digelar, Ini Temanya
Tidak Ada Surat Penangkapan
melansir Merdeka.com, saat penangkapan dilakukan, polisi tidak menunjukkan surat penangkapan yang diserahkan kepada kepala desa atau Ketua RT. FR juga tidak melakukan perlawanan saat ditangkap, tetapi polisi bersikap kasar, bahkan ada beberapa petugas meneriakkan perintah tembak.
"Waktu ditangkap banyak yang menyaksikan, karena tempat kami perumahan, FR tidak melawan sama sekali, tapi besoknya dipulangkan sudah meninggal," ujarnya.
Karena itu, keluarga bakal mengadukan kasus ini ke Mabes Polri. Mereka mempertanyakan prosedur penangkapan dan penyerahan jenazah pelaku kejahatan kepada keluarga.
"Saat ditangkap tidak ada surat penangkapan, waktu sudah meninggal tidak ada surat visum atau surat-surat lainnya. Kami segera melapor ke Mabes Polri biar semuanya jelas dan terang benderang," kata dia.
"Intinya kami minta kejelasan apa penyebab kematiannya, apa karena ditabrak mobil, minum racun, atau apa? Perihal FR bersalah okelah, silakan dihukum, tapi tidak seperti ini, harus melewati pengadilan," pungkasnya.
Ditangkap Tanpa Perlawanan
Diketahui, duka mendalam dialami keluarga FR yang tewas setelah ditangkap anggota Polda Lampung dan Polres Lampung Utara. Pihak keluarga menilai kematiannya janggal dan diyakini mendapat perlakuan kasar oleh polisi.
FR merupakan warga Indralaya, Ogan Ilir, Sumatera Selatan. Dia ditangkap tanpa perlawanan oleh tim gabungan di rumahnya, Kamis (26/1) sore. Dia dinyatakan meninggal dunia di Kotabumi, Lampung, Jumat (27/1) siang.
Jenazah tiba di rumah duka malam harinya. Keesokan harinya, Sabtu (28/1) siang, jenazah dimakamkan di Tempat Pemakaman Umum Tanjung Raja, Ogan Ilir.
Keponakan almarhum, UL mengaku tak menyangka pamannya pulang sudah dalam meninggal dunia setelah sehari sebelumnya ditangkap polisi. Saat jenazah tiba di rumah, keluarga menanyakan hasil visum dan surat keterangan penyerahan jenazah, namun dua sopir ambulans yang mengantar mengaku tak tahu.
"Yang mengantar hanya sopir ambulans, tidak ada polisi yang mendampingi, padahal mereka yang menangkap paman saya di rumah. Anehnya, tidak ada surat keterangan apa pun," ungkap UL, Selasa (31/1).
Untuk mengetahui penyebab kematian FR, keluarga meminta sopir ambulans itu menghubungi pihak Polda Lampung atau Polres Lampung Utara. Namun, orang yang dimaksud tidak bisa menjelaskan, sehingga membuat keluarga semakin menaruh kecurigaan.
"Kami tidak puas dengan jawabannya, tiap ditanya berbelit-belit. Dari gaya bahasanya yang ditelepon itu polisi," ujarnya.
Kecurigaan terjadi sesuatu yang janggal semakin besar ketika keluarga membuka kantung jenazah. Wajah FR penuh dengan luka lebam.
Tangis histeris tak terelakkan dari istri, anak, dan keluarganya. Luka lebam itu ternyata terdapat di hampir seluruh tubuhnya, ada juga beberapa bagian tubuh patah, bahkan terdapat bekas luka sundutan rokok.
"Luka di kening memar, hidung patah, bibir luka, luka memar di telinga, di badan banyak luka seperti disundut rokok. Pergelangan kaki kanan dan kiri patah, lutut kanan patah, ada juga beberapa luka gosong di betis seperti bekas ditembak," terangnya.
Keluarga pun menyesalkan sikap Polda Lampung dan Polres Lampung Utara yang melakukan penegakan hukum secara tak prosedural dan tak menghargai keluarga. Keluarga meyakini FR tewas akibat dianiaya polisi.
"Orang ditangkap itu kan ada prosesnya, diperiksa, disidang. Ini belum 1×24 jam sudah dinyatakan meninggal. Berarti waktu perjalanan dari Indralaya ke Lampung, paman saya disiksa," kata dia.
UL menjelaskan, polisi berpakaian preman saat melakukan penangkapan menyebut FR terlibat dalam kasus perampokan di Lampung Utara. Parahnya, beberapa polisi meneriakkan kata "tembak" di hadapan keluarga dan tetangga saat penangkapan dilakukan.
"Polisi bilang 'tembak mati saja', ngomong begitu mereka. Banyak saksinya, tetangga pada ramai waktu itu," ujarnya.
Keluarga tidak masalah FR dituduh melakukan pencurian. Namun untuk melukai bahkan membunuh, bukan watak FR.
"Tidak mungkin paman saya sampai membunuh, kalau mencuri mungkin saja," kata dia.
Kini, keluarga berharap keadilan atas nasib yang dialami FR. Mereka berencana mengadukan masalah ini namun terlebih dahulu berkonsultasi dengan Polda Sumsel terkait mekanisme permohonan surat visum dari Polda Lampung.
"Pasti dilanjutkan, kami ingin minta surat visum dulu biar tahu penyebab kematian paman saya," ujarnya.
Kapolres Lampung Utara AKBP Kurniawan Ismail menjelaskan, FR mencoba melawan petugas saat polisi melakukan pengembangan. Dia sudah beberapa kali diberikan tembakan peringatan, namun tak digubris sehingga polisi memberikan tindakan tegas dan terukur. FR tewas dalam perawatan di rumah sakit.
"Pelaku melakukan perlawanan saat kami lakukan pengembangan," jelasnya.
Dia mengatakan, FR merupakan anggota sindikat bersenjata api dan senjata tajam yang telah melakukan aksi curas di beberapa wilayah di Lampung Utara, seperti di Kecamatan Abung Semuli, Abung Timur, dan Abung Tengah.
Terakhir, FR diduga terlibat dalam pencurian ternak kambing di Abung Semuli dan melakukan penganiayaan terhadap pemilik hingga tewas. Polisi melakukan penyelidikan dan mengungkap salah satu pelaku adalah FR.
"Kami kumpulkan barang bukti dan penyelidikan selama seminggu, dari situ kami ketahui keberadaan pelaku di Indralaya. Ada sejumlah pelaku lagi yang buron," pungkasnya. [rna]