WAHANANEWS.CO, Jakarta - Kasus penculikan yang menewaskan Kepala Cabang (Kacab) sebuah bank BUMN, Mohamad Ilham Pradipta (37), sontak mengguncang publik dengan skandal rumit yang menyeret 15 tersangka dari sipil hingga oknum prajurit TNI.
Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya, Kombes Pol Wira Satya Triputra, menyebut para tersangka dibagi ke dalam empat klaster utama, yakni aktor intelektual, eksekutor penculikan, penganiaya hingga korban meninggal, serta pemantau korban, dalam keterangan pers di Mapolda Metro Jaya, Selasa (16/9/2025).
Baca Juga:
Pembunuhan Kacab Bank BUMN, Tersangka Kopda FH Diduga Terima Imbalan Uang
“Dari 15 tersangka tersebut kami membagikan menjadi 4 kategori klaster,” ujar Wira.
Jumlah tersangka yang banyak tidak lepas dari skema kejahatan yang kompleks, mulai dari penyalahgunaan data rekening dormant, perekrutan tim eksekusi, pengawas hingga penghubung, dengan nilai ekonomi besar sebagai motif utama.
Empat klaster pelaku tersebut terdiri atas perencana, eksekutor, penganiaya, dan pemantau, dengan peran masing-masing yang terstruktur.
Baca Juga:
Keluarga Korban Terpukul, Kasus Penculikan Kacab BRI Libatkan Oknum TNI
Klaster pertama berisi aktor intelektual, antara lain Candy alias Ken sebagai penyedia data rekening dormant dan tim IT, Dwi Hartono sebagai perekrut tim penculik dan penyedia dana Rp 60 juta, AAM sebagai perencana aksi sekaligus pembuntut korban, serta JP sebagai koordinator eksekusi yang ikut membuang korban ke Bekasi.
Klaster kedua adalah eksekutor penculikan yang terdiri dari Eras, REH, RS, AT, dan EWB yang bertugas menarik korban ke mobil, melakban, mengikat, dan membagi hasil operasional.
Klaster ketiga yakni penganiaya hingga korban tewas, terdiri dari JP, MU, DS, dan Serka N, seorang oknum prajurit Kopassus yang kini ditangani Polisi Militer Kodam Jaya.
Klaster keempat adalah pemantau korban, melibatkan AW, EWH, RS, dan AS, sementara satu tersangka lain berinisial EG masih buron dan masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO).
Rangkaian perencanaan dimulai Juni 2025 ketika Candy alias Ken merancang pemindahan dana rekening dormant ke rekening penampungan dengan menggandeng Dwi Hartono untuk mencari target.
Pada Juli 2025, target jatuh pada Ilham setelah tim memperoleh kartu namanya, dan diskusi pun berkembang dengan dua opsi: memaksa korban lalu melepasnya atau memaksa sekaligus menghilangkan nyawanya.
Pertemuan teknis berlanjut pada 16–18 Agustus 2025 di sejumlah kafe kawasan Cibubur antara Dwi Hartono, AAM, JP, dan Serka N, hingga akhirnya Kopda FH direkrut untuk menyediakan tim lapangan.
Pada 19 Agustus 2025, Kopda FH merekrut Eras dan kawan-kawan sebagai eksekutor, dan keesokan harinya korban diculik di parkiran supermarket Pasar Rebo dengan Toyota Avanza putih lalu dipindahkan ke Fortuner hitam di Kemayoran.
Selama perjalanan, korban mengalami penganiayaan berat hingga gagal dibawa ke safe house karena tempat tersebut sudah ditempati pihak lain, sehingga korban diturunkan dalam kondisi kritis di persawahan Cikarang.
Kasubdit Jatanras Ditreskrimum Polda Metro Jaya, AKBP Abdul Rahim, menegaskan Ilham sudah dianiaya sejak awal penculikan.
“Korban melakukan perlawanan sehingga dipukuli, dilakban, dan diikat, setelah dipindahkan ke Fortuner korban kembali dipukuli hingga lemas,” ujarnya.
Menurut keterangan pelaku, korban masih bergerak ketika dibuang, namun kondisinya sangat kritis hingga akhirnya warga menemukan jenazah Ilham pada 21 Agustus 2025 dengan kondisi tangan dan kaki terikat serta wajah terlakban.
Komandan Polisi Militer Kodam Jaya, Kolonel Cpm Donny Agus Priyanto, memastikan dua prajurit Kopassus, yakni Serka N dan Kopda FH, telah ditetapkan tersangka dan ditahan, dengan proses hukum dilimpahkan ke Pomdam Jaya.
“Sudah menetapkan dua orang tersangka dan melakukan penahanan terhadap dua orang tersangka tersebut,” tegas Donny.
Meski korban meninggal, polisi tidak menjerat pelaku dengan pasal pembunuhan berencana, melainkan Pasal 328 Ayat (3) KUHP tentang penculikan yang mengakibatkan orang meninggal dunia dengan ancaman hukuman maksimal penjara seumur hidup.
“Pasal yang kami sangkakan Pasal 328 Ayat (3) KUHP tentang penculikan yang mengakibatkan orang meninggal dunia,” jelas Wira.
Kasus Ilham menyingkap betapa terorganisirnya jaringan kejahatan bermotif ekonomi besar yang memadukan penyalahgunaan data perbankan dan kekerasan, sementara polisi masih mengejar satu pelaku buron dan publik menunggu kelanjutan proses hukum, termasuk terhadap oknum aparat yang terlibat.
[Redaktur: Rinrin Khaltarina]