WahanaNews.co | 12 santri pesantren TM di kawasan Cibiru, Bandung, jadi korban pemerkosaan gurunya berinisial HW (36). Mirisnya lagi, 7 korban hamil bahkan telah melahirkan 8 bayi.
Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) sangat prihatin dengan kejadian memilukan yang menimpa santri di pesantren. Wakil Ketua LPSK, Livia Istania Iskandar berjanji memberikan perlindungan kepada para korban. Hal itu disampaikan setelah LPSK bertemu dengan Gubernur Jabar, Ridwan Kamil.
Baca Juga:
Perkosa Seorang Wanita, 3 Pemuda di Lae Parira Diringkus Satreskrim Polres Dairi
LPSK berharap para korban tidak diberi stigma negatif, terutama dari masyarakat. Justru, LPSK sangat berharap dukungan dari masyarakat agar korban bisa melanjutkan kehidupannya dengan normal.
"Stigmatisasi tentunya berdampak buruk bagi korban, ini yang harus senantiasa kita hindari," kata Livia dalam rilis yang diterima, Kamis (9/12).
LPSK sendiri memberikan perlindungan kepada 29 orang di mana 12 orang di antaranya anak di bawah umur. Mereka terdiri dari Pelapor, Saksi dan/atau Korban dan Saksi saat memberikan keterangan dalam persidangan.
Baca Juga:
Pengakuan Mengerikan Tersangka IS: Nodai dan Habisi Gadis Penjual Gorengan
LPSK juga meminta pemprov memperhatikan tumbuh kembang bayi-bayi yang dilahirkan pada korban. Mengingat para korban lahir dari ibu yang masih berusia belasan tahun yang sejatinya belum siap menjadi orang tua, dan beberapa di antaranya berasal dari keluarga tidak mampu.
"Ini tentunya perlu perhatian pula dari kita semua. Total ada 8 anak yang terlahir akibat perkosaan pada perkara ini," jelas Livia.
Sebelumnya, seorang guru salah satu ponpes di Bandung, berinisial HW (36) memperkosa 12 santri. Korbannya adalah para santri pesantren TM yang berlokasi di Cibiru, Kota Bandung. Usia para korban juga masih di bawah umur rata-rata 16-17 tahun.
Kasus pemerkosaan itu sudah masuk dalam tahap persidangan di mana sidang perdananya telah digelar Selasa (7/12) kemarin. Agenda sidang yang dipimpin Ketua Majelis Hakim, Y Purnomo Surya Adi itu digelar secara tertutup. Sejumlah saksi dihadirkan dalam sidang yang umumnya merupakan santri korban kebiadaban HW.
"Terdakwa merupakan pendidik atau guru pesantren, total korban belasan orang," ungkap Jaksa Kejaksaan Negeri (Kejari) Bandung, Agus Mudjoko saat dikonfirmasi, Rabu (8/12).
Menurut Agus, perbuatan terdakwa dilakukan dalam tentang waktu 2016 hingga 2021. Kejadian itu membuat korban trauma berat.
Jaksa mendakwa HW dengan Pasal 81 ayat (1), ayat (3) Jo Pasal 76D UU RI nomor 35 tahun 2014 tentang perubahan atas UU RI Nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak Jo Pasal 65 KUHPidana. [rin]