Brigadir Anton memilih duduk di kursi belakang sopir, sementara Haryono, sebagai sopir, berada di kursi depan bersama korban, seorang kurir ekspedisi asal Banjarmasin berinisial AB.
"Awalnya hanya percakapan biasa, membahas soal pungli ketika melewati pos polisi di Km 38 Jalan Tjilik Riwut. Tapi tiba-tiba korban diajak naik mobil dan ditembak dua kali di kepala," kata Yuliani.
Baca Juga:
Oknum Polisi Palangka Raya dan Rekan Terancam Hukuman Mati atau Seumur Hidup
Yuliani terkejut saat mendengar cerita suaminya yang menjadi saksi mata dari aksi keji Brigadir Anton. Menurutnya, ia dan suaminya tidak bisa menerima kejadian tersebut dari sisi kemanusiaan.
"Meski kami orang biasa, tapi kami berpikir dengan nurani. Suami saya menyaksikan sendiri korban dibuang begitu saja oleh pelaku, dan hatinya merasa bersalah," jelasnya.
Setelah pembunuhan itu, Brigadir Anton berupaya menutupi perbuatannya dengan mengancam Haryono agar tetap bungkam.
Baca Juga:
Anggota Komisi III DPRD Palangka Raya Harap Semua Guru Berstatus Sarjana, Bukan Diploma
Anton bahkan sempat mentransfer uang sebesar Rp 15 juta kepada Haryono, namun uang itu dikembalikan karena Haryono tidak ingin terlibat dalam kejahatan tersebut.
Haryono dan istrinya tetap bertekad melaporkan kejadian itu ke Polresta Palangka Raya demi rasa kemanusiaan dan simpati terhadap korban, meskipun ancaman terus menghantui mereka.
"Kami melaporkan kejadian ini ke Jatanras Polres pada Selasa (10/12/2024) minggu lalu. Niat kami hanya ingin mengungkap kebenaran. Tapi sekarang malah suami saya dijadikan tersangka," ujar Yuliani, perempuan asal Desa Pangkoh, Kabupaten Pulang Pisau, Kalimantan Tengah.