Setelah Santoso tewas pada 18 Juli 2016, dirinya diduga
menggantikan posisi sebagai pemimpin di kelompok MIT, bersama Basri.
Setelah Basri ditangkap oleh Satgas Tinombala, Kapolri Jenderal
Pol Tito Karnavian pada 2016 menetapkan Ali Kalora sebagai target utama dari
Operasi Tinombala.
Baca Juga:
Dukung Ekonomi Digital di Sulteng, Maxim Hadirkan Layanan Transportasi Online di Bungku Tengah
Ali Kalora lahir di Desa Kalora, Kecamatan Poso Pesisir Utara,
Poso. Ia memiliki seorang istri yang bernama Tini Susanti
Kaduka alias Umi Farel.
Kata "Kalora" pada namanya diambil dari desa
tempatnya dilahirkan, sehingga nama Ali Kalora itulah yang seringkali digunakan di media massa.
Ali Kalora merupakan salah satu pengikut senior Santoso di
kelompok Mujahidin Indonesia Timur.
Baca Juga:
Kunjungi Pasar Salakan, Jokowi Tinjau Harga Bahan Pokok di Banggai Kepulauan
Setelah kematian Daeng Koro --salah satu figur utama dalam kelompok MIT-- Ali dipercayakan untuk memimpin sebagian kelompok
teroris yang sebelumnya dipimpin oleh Daeng Koro.
Faktor kedekatannya dengan Santoso, dan kemampuannya dalam mengenal medan gerilya, membuat ia diangkat menjadi pemimpin.
Peneliti di bidang terorisme intelijen dari Universitas
Indonesia, Ridwan Habib, berpendapat bahwa Ali Kalora adalah sosok penunjuk
arah dan jalan di pegunungan dan hutan Poso.