WahanaNews.co, Cirebon - Saka Tatal (23) telah divonis delapan tahun penjara terkait pembunuhan dan pemerkosaan Vina Cirebon bersama pacarnya, Eki. Namun, Saka hanya menjalani empat tahun penjara lantaran mendapat remisi.
Seiring dengan diangkatnya kembali kasus Vina Cirebon ke publik, Saka berbicara mengenai awal dirinya disangkutpautkan dengan kasus tersebut.
Baca Juga:
Gegera Ribut Saat Sidang PK, Hakim Tegur Kuasa Hukum Saka Tatal
Dalam wawancara di rumahnya di sekitar SMPN 11 Cirebon, Jawa Barat, Saka menceritakan pengalaman pahitnya.
"Saya kurang paham tentang kronologi kasus Vina dan Eki, karena saya tidak ada di tempat saat kejadian. Saya berada di rumah bersama kakak, paman, dan teman-teman. Saya tidak kenal dengan Eki dan Vina," ujarnya, melansir Tribunnews, Minggu (19/5/2024).
Ia menjelaskan bahwa sebelum ditangkap, ia sedang diperintahkan oleh pamannya untuk membeli bensin.
Baca Juga:
Jaksa Nilai 5 Bukti yang Dibawa Saka Tatal di Sidang PK Bukan Novum
"Saat itu, saya disuruh oleh paman untuk beli bensin bersama adik paman. Setelah isi bensin, saya berniat mengantarkan motor paman itu. Saat baru tiba, polisi sudah ada di sana," ucapnya.
Menurutnya, ia menjadi korban penangkapan tanpa alasan yang jelas.
"Saya sudah jelaskan, saya waktu itu hanya mengantarkan motor ke paman, tapi ikut ditangkap juga tanpa sebab dan tanpa penjelasan, langsung dibawa," ujarnya dengan nada getir.
Di kantor Polres, Saka mengaku mengalami penyiksaan yang memaksanya mengakui perbuatan yang tidak ia lakukan.
"Saat sampai di kantor Polres, saya langsung dipukuli dan disuruh mengakui sesuatu yang tidak saya lakukan."
"Saya dipukuli, diinjak, bahkan disetrum," ungkapnya.
"Yang mukulnya pokoknya anggota polisi, cuma enggak tahu namanya, karena enggak kuat dari siksaan, saya akhirnya mengaku juga, terpaksa, enggak kuat lagi," katanya.
Setelah bebas, Saka mengetahui adanya tiga DPO (Daftar Pencarian Orang) dalam kasus ini.
"Setelah bebas tahun 2020 lalu, saya baru tahu kalau ada 3 DPO kasus Vina, saya pun gak kenal siapa 3 DPO itu," ujarnya.
Saka juga menegaskan, bahwa ia bukan anggota geng motor dan tidak memiliki motor sama sekali.
"Saya itu intinya enggak ikutan geng motor, saya enggak punya motor sama sekali," ucap pemuda 15 tahun kala kejadian itu.
Melalui kisah ini, Saka berharap dapat memulihkan nama baiknya.
"Dengan kejadian ini, saya pengen nama baik saya bagus lagi, seperti dulu lagi, karena saya sekarang susah nyari kerja, seharusnya saya bisa sekolah, kerja jadi malah kayak gini," ujar dia, dengan harapan yang besar.
Sekadar diketahui, Saka menjadi salah satu dari delapan orang yang ditangkap dalam kasus pembunuhan dan pemerkosaan Vina dan pacarnya Eki tahun 2016 lalu.
Saat peristiwa itu terjadi, Saka satu-satunya tersangka yang masih berusia di bawah umur.
Sehingga, saat itu Saka divonis 8 tahun penjara.
Namun, karena mendapatkan remisi dan keringanan lainnya, Saka hanya menjalani hukuman sekira 4 tahun.
Adapun, 7 terpidana lainnya tervonis hukuman penjara seumur hidup.
Mereka adalah Eko Ramdani bin kosim, Hadi Saputra Kasanah, Jaya bin Sabdul, Eka Sandy bin Muran, Supriyanto bin Sutadi, Sudirman, dan Rivaldy Aditiya Wardhana alias Ucil.
Kakak Saka, Jaka juga meyakini adiknya pun disebut tak bersalah dalam kasus tersebut.
"Saya sebagai kakak, gak percaya adik saya pelakunya, Allahuallam," ujar Jaka dengan tegas.
Ia menyampaikan bahwa dirinya sangat mengutuk keras kejadian pembunuhan maupun pemerkosaan.
Ditambah, Jaka menyebut, bagaimana dirinya selalu menemani Saka sejak awal penangkapan hingga proses hukum berakhir.
"Cuma dari awal dia mulai ketangkap sampai selesai, saya menemani adik saya, seperti saya jenguk sampai ke Bandung saya lakuin," ucapnya.
Jaka juga yakin bahwa Saka bukan pelaku sebenarnya dan bahwa pengakuan Saka hanya terjadi karena tekanan dan penyiksaan.
"Intinya adik saya bukan pelaku, dia mengakui karena dia disiksa harus mengaku," jelas dia.
Di sisi lain, Jaka menegaskan, ia tidak akan membela adiknya jika memang bersalah
"Saya juga kalau adik ngelakuin perbuatan kaya gitu, saya persilakan untuk dipenjara," katanya.
Selain itu, ia mempertanyakan alasan dirinya harus memperjuangkan keadilan bagi adiknya jika Saka benar-benar bersalah.
"Ngapain saya bela-belain perjuangkan adik saya sama pengacara, kalau adik saya bersalah, ngapain dibelain," ujarnya.
Kini, kasus pembunuhan Vina dan Eki yang terjadi pada tahun 2016 lalu masih menyisakan banyak pertanyaan dan keyakinan dari pihak keluarga korban maupun terduga pelaku.
Para terdakwa kasus pembunuhan dan pemerkosaan Vina dan pacarnya Eki mengaku mendapat kekerasan fisik selama proses Berita Acara Pemeriksaan (BAP).
Pengakuan tersebut diungkapkan pengacara dari lima 5 terdakwa kasus pembunuhan Vina dan pacarnya Eki, Jogi Nainggolan dalam konferensi pers yang di Cirebon, Jawa Barat, Sabtu (18/5/2024).
Ia menjelaskan, penyampaian informasi ini bertujuan untuk mengeliminasi narasi yang berkembang di masyarakat serta pernyataan dari para pakar yang tidak mengetahui secara detail perjalanan kasus ini.
"Pertama, kami kuasa hukum dari delapan terdakwa kasus Vina, khususnya saya menerima kuasa 5 terdakwa yang notabenenya dari keluarga yang tidak mampu. Mereka adalah pekerja bangunan, yang mana tersangka-tersangka ini sudah dilimpahkan ke Polda Jabar," ucapnya.
Ia juga menegaskan, bahwa kliennya menerima tekanan fisik saat BAP di Polres Cirebon Kota.
"Justru saat BAP lah, klien kami mendapatkan tekanan atau perlakuan fisik seperti foto-foto yang tersebar di media sosial sekaligus ini," jelas dia.
Saat kekerasan fisik ini dialami kliennya, kata Jogi, tidak didampingi oleh pengacara.
"Keterangan yang disampaikan mereka di BAP di Polres Cirebon Kota itu penuh tekanan, karena saat itu tidak didampingi lawyer dan saat itu para terdakwa ini mendapatkan perlakuan fisik seperti foto-foto yang tersebar di media sosial," katanya.
Sebelumnya, tim kuasa hukum delapan tersangka dalan kasus pembunuhan dan pemerkosaan terhadap Vina dan pacarnya Eki akhirnya membeberkan sejumlah fakta baru.
Mereka menilai banyak kejanggalan terutama tuntutan terhadap terdakwa dengan fakta dalam persidangan.
Dalam konferensi pers yang digelar di sebuah kantor advokat di Jalan Raya Kalitanjung, Kota Cirebon pada Sabtu (18/5/2024), mereka pun mengungkapkan sejumlah fakta mencengangkan.
Informasi yang diterima, kedelapan tersangka yang kini mendekam di penjara itu ditangani tiga kuasa hukum.
Mereka adalah Jogi Nainggolan yang memegang lima tersangka, masing-masing Eko Ramdani bin kosim, Hadi Saputra Kasanah, Jaya bin Sabdul, Eka Sandy bin Muran dan Supriyanto bin Sutadi.
Lalu, Titin yang menjadi kuasa hukum terdakwa dari Saka Tatal dan Sudirman.
Kemudian, tersangka Rivaldy Aditiya Wardhana bin Asep Kusnadi alias Ucil menunjuk Wiwit Widianingsih dan Shindy sebagai kuasa hukumnya.
Ketiga kuasa hukum tersebut mengawal para tersangka sejak bulan Januari 2017 hingga selesai persidangan.
"Ini para terdakwa yang selama ini berada di dalam sel bukan pelaku pembunuhan," ujar Titin di depan para awak media, Sabtu (18/5/2024).
Ia mengungkapkan rasa kecewa terhadap vonis seumur hidup yang diberikan, mengingat fakta persidangan menunjukkan hal yang berbeda.
"Saya ingat betul beberapa hal yang saya sampaikan. Saya ingat betul ketika vonis seumur hidup disampaikan, saya kecewa karena dalam tuntutan disebutkan korban meninggal karena tusukan di dada dan perut."
"Tetapi, hasil visum atau autopsi tidak menunjukkan adanya luka akibat tusukan benda tajam. Itu fakta pertama," ujarnya.
Titin juga menjelaskan bahwa pakaian yang dikenakan korban, yang diperlihatkan di persidangan, dalam kondisi utuh.
"Semua kuasa hukum terdakwa melihatnya. Jadi kami semua melihat baju yang diperlihatkan di persidangan, dan saat dilakukan autopsi, baju itu dikubur dan diangkat kembali secara utuh, tanpa bekas bolongan atau tusukan samurai seperti yang disebutkan dalam tuntutan."
"Itu baju atas nama Eki, karena tuntutannya menyebutkan Eki disabet dengan samurai," jelasnya.
Menurut Titin, perbedaan antara tuntutan dan hasil visum sangat mencolok.
"Kami berbicara berdasarkan fakta persidangan. Kalau ada rekayasa, saya tidak tahu, karena saat BAP tidak didampingi oleh kami. Kita berbicara fakta persidangan. Sangat tidak sesuai antara tuntutan dengan hasil visum dan forensik," katanya.
Lebih lanjut, Titin menyoroti bahwa kematian korban digambarkan sama, yaitu karena benturan di belakang kepala tanpa adanya sabetan.
"Nah digambarkan kematiannya sama, karena benturan di belakang kepala tapi tidak ada sabetan."
"Sementara, kalau dari hasil pertama kali datang ditemukan sperma, cuma tidak juga dijelaskan sperma itu milik siapa, dokter juga tidak bisa menjelaskan itu," ujarnya.
Titin menambahkan, dalam persidangan juga tidak pernah dibahas soal pemerkosaan.
"Fakta lainnya, di dalam persidangan tidak pernah dibahas soal perkosaan," ucapnya.
Dengan banyaknya kejanggalan tersebut, konferensi pers yang diadakan oleh tim kuasa hukum tersangka menyoroti ketidakberesan dalam proses hukum yang sedang berjalan.
Mereka berharap kasus ini dapat ditinjau kembali.
"Tentu saja, kami berharap ada penyelidikan ulang terhadap kasus ini. Klien kami sebenarnya adalah korban, karena tidak ada keterkaitan dengan kasus Vina dan Eki."
"Penjelasan lebih lengkap akan disampaikan oleh Pak Jogi nanti," jelasnya.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]