WAHANANEWS.CO, Jakarta - Sebuah fakta mengejutkan terungkap dalam persidangan kasus kematian Prada Lucky Chepril Saputra Namo di Pengadilan Militer III-15 Kupang, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Sebelum tewas dianiaya, Prada Lucky diduga dipaksa mengaku sebagai LGBT oleh para seniornya sendiri.
Sidang berlangsung selama dua hari pada Senin (27/10/2025) dan Selasa (28/10/2025) dengan menghadirkan 17 orang terdakwa serta empat orang saksi, masing-masing dua rekan korban, ayah, dan ibu Lucky.
Baca Juga:
Perwira Danton Jadi Tersangka Kasus Kematian Prada Lucky, TNI AD Pastikan Proses Hukum Jalan Terus
Sidang dipimpin oleh Mayor Chk Subiyatno sebagai Hakim Ketua dengan dua hakim anggota, Kapten Chk Denis Carol Napitupulu dan Kapten Chk Zainal Arifin Anang Yulianto.
Oditur Militer Letkol Chk Yusdiharto yang membacakan dakwaan menjelaskan bahwa para terdakwa menganiaya korban dan memaksanya untuk mengakui orientasi seksual yang tidak pernah dilakukannya.
“Para terdakwa beberapa kali menganiaya korban dan memaksanya mengaku LGBT,” ucap Yusdiharto di ruang sidang.
Baca Juga:
Perwira TNI Jadi Tersangka Tewasnya Prada Lucky, Kadispenad: Sengaja Izinkan Kekerasan
Dalam kesaksian di pengadilan pada Selasa (28/10/2025), Prada Richard—teman satu letting Lucky—mengaku turut dipaksa untuk mengaku sebagai pelaku hubungan sesama jenis.
Ia menyebut atasannya, Letda Inf Made Juni Arta Dana, memerintahkan agar dirinya mengakui hal itu.
Richard menuturkan kejadian itu berlangsung pada 28 Juli 2025 sekitar pukul 21.00 Wita. Saat itu, ia dibawa ke ruang staf intel oleh Pratu Imanuel Nimrot Laubora di mana Letda Made Juni sudah menunggu.