"Kami memandangnya dari sudut opera Batak karena Sitor juga menulis naskah drama selain hampir seribu puisi yang telah ia ciptakan," ujar Thompson Hs.
Sebagai seorang wartawan, Sitor pernah dikirim ke Yogyakarta untuk meliput gejolak revolusi, yang kemudian membentuk gaya kepenulisannya.
Baca Juga:
Ranking Terbaru! Suku Batak Pimpin Daftar Lulusan Sarjana Terbanyak di Indonesia
"Ia memiliki kebiasaan membaca yang tinggi, bersekolah dari Balige, Sibolga, Tarutung, hingga akhirnya ke Jakarta. Literasinya sangat kuat, sehingga ia dikenal sebagai bagian dari Angkatan 45," jelas Thompson.
Meski dikenal luas, Sitor tetap menjalani hidup dengan kesederhanaan. "Ia adalah seorang Marhaenis, seorang pengikut Soekarno, yang tidak menginginkan kemewahan.
Bahkan sebelum wafat, ia sempat menyatakan keinginan untuk dikremasi, namun karena pertimbangan tradisi, akhirnya ia dimakamkan secara adat Batak," tambahnya.
Baca Juga:
Saut Poltak Tambunan, Sastrawan Batak Pertama yang Raih Penghargaan Sastra Rancage
Sementara itu, Pemimpin Sanggar Seni Jolo New Samosir, Perri Sagala, mengungkapkan bahwa perayaan ini mendapat dukungan dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan melalui "Dana Indonesiana."
Selain diskusi dan pelatihan, pementasan Opera Batak "Pulo Batu" menjadi salah satu agenda utama.
"Kami ingin melibatkan generasi muda, mulai dari tingkat SD, SMP, hingga SMA dalam pertunjukan ini. Tujuannya adalah mengembangkan potensi mereka, mengenalkan karya Sitor Situmorang, dan menumbuhkan kecintaan terhadap budaya sendiri melalui Opera Batak," ungkap Perri.